MazhabSyafi'i (bahasa Arab: شافعية, Syaf'iyah) adalah mazhab fiqih yang dicetuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Syafi'i[1][2].Mazhab ini kebanyakan dianut para penduduk Mesir bawah, Arab Saudi bagian barat, Suriah, Indonesia, Malaysia, Brunei, pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, dan Bahrain.
Perbedaan Mazhab Hanafi Dan Syafi I – Mazhab hukum agama Islam berkembang dalam beberapa cabang atau aliran. Salah satunya adalah Mazhab Hanafi dan Syafi’i. Kedua mazhab ini adalah cabang paling populer dan paling banyak dipelajari di seluruh dunia. Walaupun keduanya sama-sama berlandaskan Alquran dan hadits, namun terdapat perbedaan dalam beberapa hal. Perbedaan utama antara Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dalam penafsiran hadits. Mazhab Hanafi lebih fleksibel dalam interpretasi hadits dan Alquran, sementara Syafi’i lebih banyak mengandalkan tradisi, sehingga interpretasi haditsnya lebih kaku. Mazhab Syafi’i juga memiliki pendapat yang lebih ketat dalam hal ibadah. Hal ini karena Syafi’i menekankan pada kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah. Sebaliknya, mazhab Hanafi lebih menekankan pada kesederhanaan. Contohnya, dalam kasus shalat, Masyarakat Syafi’i memegang teguh pada waktu-waktu shalat yang ketat, sedangkan Hanafi memiliki pandangan yang lebih luwes. Ada juga perbedaan dalam masalah hukum dan teori. Mazhab Hanafi menekankan pada hukum dan teori yang lebih kuat daripada fakta. Sementara Syafi’i justru menekankan pada fakta yang ada sebagai landasan utama dalam menentukan hukum. Perbedaan lainnya adalah dalam masalah ibadah haji. Mazhab Hanafi memandang bahwa orang yang melakukan ibadah haji hanya perlu melakukannya satu kali dalam seumur hidup, sedangkan Syafi’i memandang bahwa ibadah haji perlu dilakukan setiap tahun. Perbedaan lainnya terletak pada masalah qishas. Mazhab Hanafi memandang bahwa qishas dapat diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, sementara Syafi’i menganggap qishas tidak dapat diterapkan. Terakhir, Mazhab Syafi’i menekankan pada penggunaan ijtihad dalam menyelesaikan masalah hukum. Sedangkan mazhab Hanafi menekankan pada penggunaan qiyas, yang merupakan metode untuk menentukan hukum berdasarkan analogi. Kesimpulannya, meskipun keduanya berlandaskan Alquran dan hadits, namun terdapat beberapa perbedaan antara Mazhab Hanafi dan Syafi’i. Perbedaan-perbedaan tersebut berkisar dari interpretasi hadits, ibadah, hukum, dan teori, sampai masalah qishas dan ijtihad. Dengan demikian, kedua mazhab tersebut memiliki perbedaan yang nyata dan penting. Penjelasan Lengkap Perbedaan Mazhab Hanafi Dan Syafi I1. Mazhab hukum agama Islam dikembangkan dalam beberapa cabang atau aliran, termasuk Mazhab Hanafi dan Syafi’i yang paling populer dan banyak dipelajari di seluruh Perbedaan utama antara Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dalam penafsiran hadits, dimana Hanafi lebih fleksibel dan Syafi’i lebih Mazhab Syafi’i memiliki pendapat yang lebih ketat dalam hal ibadah, sementara Mazhab Hanafi lebih menekankan pada Mazhab Hanafi menekankan pada hukum dan teori yang kuat daripada fakta, sedangkan Syafi’i menekankan pada Mazhab Hanafi memandang bahwa ibadah haji hanya perlu dilakukan satu kali, sementara Syafi’i memandang bahwa ibadah haji perlu dilakukan setiap Mazhab Hanafi memandang bahwa qishas dapat diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, sementara Syafi’i menganggap qishas tidak dapat Mazhab Syafi’i menekankan pada penggunaan ijtihad, sementara Hanafi menekankan pada penggunaan qiyas. Penjelasan Lengkap Perbedaan Mazhab Hanafi Dan Syafi I 1. Mazhab hukum agama Islam dikembangkan dalam beberapa cabang atau aliran, termasuk Mazhab Hanafi dan Syafi’i yang paling populer dan banyak dipelajari di seluruh dunia. Mazhab hukum agama Islam dikembangkan dalam beberapa cabang atau aliran, termasuk Mazhab Hanafi dan Syafi’i yang paling populer dan banyak dipelajari di seluruh dunia. Kedua mazhab ini memiliki beberapa perbedaan, yang paling menonjol adalah pada bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Mazhab Hanafi adalah mazhab yang dikembangkan oleh Imam Abu Hanifa, yang lahir pada tahun 699 M dan meninggal pada tahun 767 M. Beliau merupakan salah satu ulama besar pada masa itu. Ia menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara rasional dan berpendapat bahwa hukum Islam harus diterapkan berdasarkan akal dan nalar manusia. Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang dikembangkan oleh Imam Syafi’i, yang lahir pada tahun 767 M dan meninggal pada tahun 820 M. Beliau juga merupakan salah satu ulama besar pada masa itu. Ia menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara literal dan berpendapat bahwa hukum Islam harus diterapkan berdasarkan teks Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Kedua mazhab ini memiliki perbedaan pada bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Mazhab Hanafi menggunakan akal dan nalar manusia untuk menafsirkan Al-Quran sementara Mazhab Syafi’i menggunakan teks Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Selain itu, ada juga perbedaan dalam isu-isu hukum, seperti hukum nikah, hukum waris, dan lain-lain. Mazhab Hanafi lebih fleksibel dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dan lebih terbuka terhadap perubahan teknologi dan perkembangan sosial. Mazhab Syafi’i lebih konservatif dan menekankan penerapan hukum Islam secara literal berdasarkan teks Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Namun, kedua mazhab ini sama-sama mengacu pada Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman utama. Kedua mazhab ini telah diakui sebagai sumber hukum Islam di seluruh dunia dan dipelajari oleh para ulama dari berbagai latar belakang. Mereka saling melengkapi dan saling mengisi satu sama lain sehingga menciptakan hukum Islam yang beragam. Meskipun ada perbedaan antara keduanya, keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu mempromosikan kebenaran dan keadilan di muka bumi. 2. Perbedaan utama antara Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dalam penafsiran hadits, dimana Hanafi lebih fleksibel dan Syafi’i lebih kaku. Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dua dari empat mazhab fiqh yang berkembang pada abad ke-4 Hijriah. Kedua mazhab ini memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan. Perbedaan utama antara Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dalam penafsiran hadits, dimana Hanafi lebih fleksibel dan Syafi’i lebih kaku. Terlepas dari kesamaan yang mereka miliki, Mazhab Hanafi dan Syafi’i memiliki beberapa perbedaan. Salah satu perbedaan utama antara keduanya adalah dalam penafsiran hadits. Mazhab Hanafi lebih fleksibel dalam penafsiran hadits dan lebih menekankan pada asumsi, sedangkan Syafi’i lebih kaku dan lebih menekankan pada ketelitian dan konsistensi. Mazhab Hanafi lebih fleksibel dalam penafsiran hadits karena mereka berusaha untuk menafsirkan hadits secara kontekstual. Ini berarti bahwa mereka akan melihat hadits dalam konteks yang lebih luas dan akan mencoba untuk menafsirkan hadits secara berbeda untuk sesuai dengan situasi yang berbeda. Ini memungkinkan mereka untuk lebih fleksibel dalam menafsirkan hadits dan menciptakan hukum yang lebih fleksibel. Sementara itu, Syafi’i lebih kaku dalam penafsiran hadits. Mereka berusaha untuk menafsirkan hadits dengan teliti dan konsisten dengan cara yang sama di mana mereka menemukannya. Ini berarti bahwa mereka tidak akan menafsirkan hadits secara kontekstual, tetapi akan mencoba untuk mengikuti teks dengan teliti dan menafsirkannya dengan cara yang sama di mana mereka menemukannya. Ini menciptakan hukum yang lebih kaku dan konsisten. Meskipun dua mazhab fiqh ini berbeda, keduanya tetap merupakan bagian dari tradisi Islam dan berusaha untuk menjalankan hukum yang adil dan menghormati hak asasi manusia. Dengan demikian, kedua mazhab ini dapat dikatakan saling melengkapi satu sama lain dan menghormati hak asasi manusia. 3. Mazhab Syafi’i memiliki pendapat yang lebih ketat dalam hal ibadah, sementara Mazhab Hanafi lebih menekankan pada kesederhanaan. Mazhab adalah sistem hukum yang berlaku dalam agama Islam. Ada empat mazhab yang dikenal dalam agama Islam, yaitu Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali. Keempat mazhab ini berbeda satu sama lain dalam beberapa hal. Salah satu perbedaannya adalah pendapat mereka tentang ibadah. Mazhab Hanafi adalah mazhab yang paling banyak diikuti di Timur Tengah, Asia Tengah, India, Pakistan, dan bangsa Turki. Mazhab ini dikembangkan oleh Imam Abu Hanifa d. 767 M. Pendapatnya adalah bahwa kesederhanaan adalah prinsip yang paling penting dalam ibadah. Mereka meyakini bahwa Allah SWT tidak menginginkan umatnya untuk melakukan ibadah yang berlebihan. Oleh karena itu, mazhab Hanafi menekankan pada perlunya menghormati batasan-batasan yang telah ditentukan dalam agama dan tidak melampauinya. Sedangkan Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang didirikan oleh Imam Syafi’i d. 820 M. Mazhab ini dianut oleh mayoritas umat Islam di Timur Tengah, Asia Tenggara, Afrika, dan bagian selatan Eropa. Pendapat mazhab ini tentang ibadah lebih ketat daripada mazhab Hanafi. Mereka berpendapat bahwa umat Islam harus melakukan ibadah yang lebih berat dan melakukan seluruh tuntutan agama, bahkan jika itu berarti melakukan ibadah yang berlebihan. Mazhab Syafi’i juga menekankan pada pentingnya mematuhi setiap aturan agama dengan tepat, tanpa toleransi. Meskipun keduanya berbeda dalam pendapatnya tentang ibadah, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu melayani Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Keduanya juga setuju bahwa penting untuk mematuhi aturan-aturan agama dengan tepat dan taat pada Allah SWT. Namun, perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa Mazhab Hanafi lebih menekankan pada kesederhanaan, sementara Mazhab Syafi’i lebih ketat dalam hal ibadah. 4. Mazhab Hanafi menekankan pada hukum dan teori yang kuat daripada fakta, sedangkan Syafi’i menekankan pada fakta. Mazhab Hanafi dan Syafi’I adalah dua mazhab utama dalam Islam yang berbeda. Kedua mazhab ini memiliki pandangan yang berbeda tentang hukum Islam dan bagaimana cara menafsirkannya. Kedua mazhab ini juga memiliki filosofi hukum dan teori yang berbeda. Perbedaan utama antara kedua mazhab ini adalah pandangan mereka tentang hukum dan teori yang kuat daripada fakta. Mazhab Hanafi berasal dari Imam Abu Hanifa. Dia adalah salah satu dari Imam Empat yang diakui di dalam Islam Sunni. Dia adalah tokoh utama di dalam mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi lebih banyak menekankan pada hukum dan teori yang kuat daripada fakta. Mereka berusaha untuk menemukan hukum yang kuat dan konsisten untuk menafsirkan hukum Islam. Mereka cenderung menemukan hukum yang kuat dari berbagai sumber seperti Al-Quran, Sunnah, dan konsensus. Sedangkan Mazhab Syafi’i berasal dari Imam Syafi’i. Dia adalah salah satu dari Imam Empat yang diakui di dalam Islam Sunni. Dia adalah tokoh utama di dalam mazhab Syafi’I. Mazhab Syafi’i menekankan pada fakta dalam menafsirkan hukum Islam. Mereka berusaha untuk memahami hukum dengan melihat fakta yang ada. Mereka berusaha untuk menemukan hukum yang kuat dan konsisten dari berbagai sumber seperti Al-Quran, Sunnah, dan konsensus. Kedua mazhab ini memiliki pandangan yang berbeda tentang bagaimana cara menafsirkan hukum Islam. Mazhab Hanafi lebih banyak menekankan pada hukum dan teori yang kuat daripada fakta. Mereka berusaha untuk menemukan hukum yang kuat dan konsisten dari berbagai sumber. Sedangkan mazhab Syafi’i lebih banyak menekankan pada fakta dalam menafsirkan hukum Islam. Mereka berusaha untuk memahami hukum dengan melihat fakta yang ada. Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dua mazhab utama di dalam Islam yang berbeda. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda tentang hukum dan teori yang kuat daripada fakta. Mazhab Hanafi lebih banyak menekankan pada hukum dan teori yang kuat daripada fakta. Sedangkan mazhab Syafi’i lebih banyak menekankan pada fakta dalam menafsirkan hukum Islam. Perbedaan ini membuat mazhab Hanafi dan Syafi’i menjadi mazhab yang berbeda dan unik. 5. Mazhab Hanafi memandang bahwa ibadah haji hanya perlu dilakukan satu kali, sementara Syafi’i memandang bahwa ibadah haji perlu dilakukan setiap tahun. Mazhab Hanafi dan Syafi’i merupakan dua dari empat mazhab yang ada dalam Islam. Kedua mazhab ini memiliki beberapa perbedaan, termasuk dalam masalah ibadah haji. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ibadah haji hanya perlu dilakukan sekali dalam seumur hidup. Pendapat ini didasarkan pada ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa haji adalah ibadah yang diwajibkan setiap muslim.’ Mazhab Hanafi juga berpendapat bahwa jika seseorang telah melakukan haji, maka ia tidak perlu melakukannya lagi. Sementara itu, mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ibadah haji perlu dilakukan setiap tahun. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khattab, yang menyebutkan bahwa seseorang perlu melakukan haji setiap tahun. Namun, meskipun demikian, mazhab Syafi’i juga mengakui bahwa ada keadaan tertentu dimana seseorang tidak perlu melakukan haji setiap tahun. Namun, meskipun mazhab Hanafi dan Syafi’i memiliki pendapat yang berbeda tentang frekuensi ibadah haji, mereka berdua setuju bahwa ibadah haji adalah salah satu ibadah yang paling penting dalam Islam. Oleh karena itu, meskipun mazhab yang dipilih oleh seorang muslim dapat menentukan berapa kali ia harus melakukan haji, hal yang paling penting adalah bahwa ia harus menghormati ibadah haji dan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik mungkin. Berbeda dengan mazhab Hanafi dan Syafi’i, mazhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa ibadah haji tidak perlu dilakukan setiap tahun. Mereka berpendapat bahwa haji hanya perlu dilakukan jika seseorang memiliki cukup uang untuk melakukannya. Secara keseluruhan, ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dalam Islam. Meskipun mazhab yang dipilih oleh seorang muslim dapat menentukan berapa kali ia harus melakukan haji, hal yang paling penting adalah bahwa ia harus menghormati ibadah haji dan berusaha untuk melakukannya dengan sebaik mungkin. Untuk itu, setiap muslim harus menghormati pendapat mazhab yang dipilihnya dan berusaha untuk mengikutinya dengan sebaik mungkin. 6. Mazhab Hanafi memandang bahwa qishas dapat diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, sementara Syafi’i menganggap qishas tidak dapat diterapkan. Mazhab adalah sistem dalam syariat Islam yang diikuti oleh sebagian besar kaum Muslim di seluruh dunia. Mazhab terdiri dari dua aliran utama, yaitu Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Kedua mazhab yang berbeda ini memiliki beberapa perbedaan yang penting untuk diketahui. Salah satu perbedaan utama antara kedua mazhab tersebut adalah perbedaan pandangan mereka tentang qishas. Qishas adalah sistem hukum yang diterapkan di dalam Islam. Qishas diterapkan untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara orang-orang dengan membawa hukuman yang sesuai dengan perbuatan mereka. Qishas dapat diterapkan dalam berbagai kasus kriminal seperti pembunuhan, pencurian, dan perampokan. Mazhab Hanafi memandang bahwa qishas dapat diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, terutama jika dianggap diperlukan untuk mencapai keadilan. Mereka menyatakan bahwa qishas tidak boleh diterapkan secara sembarangan. Mereka juga menyatakan bahwa qishas tidak boleh diterapkan jika dapat menyebabkan kerugian atau ketidakadilan bagi seseorang. Sebaliknya, Mazhab Syafi’i menganggap qishas tidak dapat diterapkan. Menurut Syafi’i, qishas tidak relevan dengan masalah-masalah modern dan tidak dapat diadaptasi untuk menyelesaikan masalah-masalah kontemporer. Mereka juga menyatakan bahwa qishas bertentangan dengan konsep keadilan yang diterapkan di Islam. Dengan demikian, perbedaan utama antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i tentang qishas adalah bahwa Mazhab Hanafi memandang bahwa qishas dapat diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, sementara Syafi’i menganggap qishas tidak dapat diterapkan. Meskipun perbedaan ini, keduanya sama-sama setuju bahwa qishas tidak boleh sembarangan diterapkan dan harus digunakan dengan hati-hati. 7. Mazhab Syafi’i menekankan pada penggunaan ijtihad, sementara Hanafi menekankan pada penggunaan qiyas. Mazhab Hanafi dan Syafi’i adalah dua dari empat mazhab utama yang berlaku di kalangan orang Islam. Kedua mazhab ini memiliki berbagai perbedaan dalam hal pandangan, metode, dan cara berpikir mereka tentang hukum Islam. Salah satu perbedaan antara Hanafi dan Syafi’i adalah dalam penggunaan ijtihad dan qiyas. Ijtihad adalah proses berpikir yang terlibat dalam menafsirkan hukum Islam. Ijtihad adalah salah satu cara untuk membuat keputusan tentang hukum Islam. Ijtihad adalah proses berpikir yang terlibat dalam menafsirkan hukum Islam. Dalam mazhab Hanafi, ijtihad yang paling penting adalah ijtihad yang dilakukan oleh ahli fiqih. Ahli fiqih akan menggunakan ijtihad untuk menentukan hukum-hukum yang tidak secara eksplisit didefinisikan dalam Al-Quran atau Sunnah. Syafi’i menekankan pada penggunaan ijtihad, yang berarti bahwa mereka lebih menekankan pada proses berpikir yang diperlukan untuk menafsirkan hukum-hukum Islam. Syafi’i memandang ijtihad sebagai cara untuk menggali hukum-hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit dalam Al-Quran atau Sunnah. Syafi’i percaya bahwa ijtihad bisa digunakan untuk mengambil keputusan tentang perkara-perkara yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran atau Sunnah. Di sisi lain, Hanafi menekankan pada penggunaan qiyas. Qiyas adalah cara berpikir yang digunakan untuk mengambil keputusan tentang hukum-hukum yang tidak secara eksplisit didefinisikan dalam Al-Quran atau Sunnah. Qiyas berasal dari kata Arab yang berarti “analogi”. Qiyas berarti menggunakan analogi untuk menentukan hukum-hukum yang tidak secara eksplisit didefinisikan dalam Al-Quran atau Sunnah. Dengan qiyas, ahli fiqih dapat menggunakan analogi untuk mengambil keputusan tentang perkara-perkara yang tidak ditetapkan oleh Al-Quran atau Sunnah. Meskipun Hanafi dan Syafi’i sama-sama menggunakan ijtihad dan qiyas, namun mereka berbeda dalam cara mereka menggunakan kedua metode ini. Sedangkan Syafi’i menekankan pada penggunaan ijtihad, Hanafi lebih menekankan pada penggunaan qiyas. Pada akhirnya, perbedaan antara kedua mazhab ini adalah penting untuk diperhatikan dan diketahui oleh semua orang yang berminat mengenai hukum Islam.
Namun itupun kalau tak ada kepentingan atau karena dianggap kepepet ke gereja. Menurut Cholil Nafis, mengatakan, dua mazhab Islam menyatakan keharamannya masuk ke gereja. Menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’iyah hukumnya tidak boleh masuk gereja alias hukumnya haram. “Menurut Hanafiyah haramnya mutlak karena banyak syaitannya.
Jakarta - Seorang muslim yang akan menunaikan ibadah haji harus mengetahui rukun haji. Mengetahui rukun haji akan membantu muslim selama menjalankan ibadah di Tanah Suci. Rukun haji merupakan perkara yang harus dilaksanakan ketika menunaikan Rukun Islam kelima. Ibadah haji akan batal dan harus diulang jika tidak melaksanakan salah satu rukun tersebut. 24 Persen Calon Haji Asal Situbondo Lanjut Usia, Paling Muda Usia 18 Tahun Perbedaan Haji dan Umroh yang Perlu Diketahui, Kenali Pelaksanaannya Jangan Keliru! Ini Perbedaan Rukun Haji dan Wajib Haji dalam Mazhab Syafi'i Soal rukun haji, ada sedikit perbedaan di kalangan ulama. Ada ulama yang berpendapat rukun haji berjumlah lima, pendapat lain menyebutkan enam rukun haji. Mengutip keterangan kitab fikih Fathul Qaribil Mujib via situs NU, pendapat ulama Mazhab Syafi’i menyebut rukun haji ada lima, yakni ihram, wukuf, thawaf ifadhah, sai, dan tahallul. Simak berikut penjelasan singkat dari setiap rukun haji. 1. Ihram Ihram adalah berniat untuk haji. Ihram dilakukan pada tempat dan waktu tertentu yang disebut dengan miqat. Saat miqat, muslim mulai berniat untuk melakukan ibadah haji serta menggunakan pakaian ihram. Saat itu juga larangan-larangan haji mulai berlaku. 2. Wukuf Wukuf dilakukan di Bukit Arafah. Waktunya terentang mulai dzuhur tanggal 9 Dzulhijjah hingga Subuh tanggal 10 Dzulhijjah. Saksikan Video Pilihan IniHeboh Pasutri Berangkat Haji Naik Sepeda Ontel di Purwokerto
Pembicaraantentang apakah mazhab shahabi itu menyangkut beberapa segi yang menyangkut beberapa segi pembahasan yaitu: pendapat sahabat yang berada di luar lingkup ijtihad atau hal lain yang secara qath’i berasal dari Nabi meskipun secara terang tidak disebutkan berasal dari Nabi, dapat menjadi hujjah. Imam Syafi’i dan Madzhab Shahabi
Para santri tingkat awal belajar fiqih melalui kitab kecil seperti Safinah dan Taqrib. Ini kitab fiqih berdasarkan mazhab Syafi'i. Baru kemudian meningkat pada kitab syarh-nya seperti Kasyifatus Saja dan Fathul Qarib. Seiring naik tingkat, para santri akan mengenal kitab fiqih Syafi'i kelas menengah seperti Fathul Mu'in dan syarhnya seperti I'anah. Lanjut kemudian dengan kitab fiqih babon mazhab Syafi'i seperti Minhaj-nya Imam Nawawi. Dengan asumsi dasar-dasar fiqih Syafi'i sudah kokoh, para santri senior kemudian dikenalkan dengan keragaman pendapat di luar mazhab Syafi'i. Di bawah ini saya tuliskan sedikit catatan mengenai sejumlah kitab fiqih yang merangkum 4 mazhab fiqih Syafi'i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. Di luar 4 mazhab juga ada mazhab lain seperti Zhahiri, Jafari, Zaidi dan mazhab lain yang sudah tak ada pengikutnya lagi seperti Abu Tsaur, Auza'i, Thabari. Di luar itu juga masih ada opini lain dari individual ulama yang kadang kala berbeda dengan pendapat mazhabnya. Namun sekarang kita fokuskan saja dulu ke-4 mazhab. Yang saya cantumkan ini adalah kitab yang merangkum 4 mazhab, bukan kitab yang ditulis oleh ulama mazhab tertentu yang kemudian mencantumkan dan mengomparasikannya dengan mazhab lain-kitab kategori ini misalnya al-Mughni Ibn Qudamah, al-Majmu' Imam Nawawi atau Hasyiah Ibn Abidin. Pertama, kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilafil A'immah. Ini kitab fiqih yang merangkum pendapat dari keempat mazhab. Disusun berdasarkan bab fiqih standar. Tidak ada pencantuman dalil, diskusi maupun pandangan penulisnya. Ini hanya merangkum saja. Tidak lebih. Fungsinya hanya membantu kita mengetahui adakah perbedaan pendapat dalam satu kasus. Judul kitab ini menyifatkan pesan khusus bahwa perbedaan pendapat fiqih para imam mazhab itu adalah rahmat untuk umat. Kitab ini sudah diterjemahkan ke bahasa kitab al-Mizanul Kubra. Biasanya dicetak bareng dengan Kitab Rahmatul Ummah pada hamisy atau pinggir. Dalam kitab ini sudah ada penjelasan singkat terhadap pendapat yang dirangkum, bahkan Imam Sya'rani pengarang kitab al-Mizanul Kubra ini juga memaparkan pandangannya dengan memberikan pertimbangan mana pendapat fiqih yang ringan dan mana yang berat untuk dilaksanakan. Rasanya belum ada kitab terjemahnya dalam bahasa Indonesia CMIIW.Ketiga, kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibn Rusyd. Di pesantren modern seperti Gontor kitab ini dibaca oleh para santri senior, namun di pesantren salaf tidak semuanya mengajarkannya. Kitab ringkas 4 juz ini bukan saja merangkum perbedaan pendapat tapi juga menjelaskan sebab perselisihannya. Dalil juga dicantumkan hanya saja cukup terbatas. Saya rekomendasikan untuk membaca juga kitab Syarh-nya yang menjelaskan lebih detil mengenai dalil yang dicantumkan Ibn Rusyd. Maklum saja kitab ini memang sekedar permulaan saja bidayah. Anda tidak bisa mengklaim sebagai mujtahid hanya karena membaca kitab ini. Kitab ini sudah diterjemahkan ke bahasa kitab yang lebih luas dari Bidayatul Mujtahid adalah kitab al-Fiqh 'ala Mazahabil Arba'ah. Kitab 5 jilid ini disusun oleh Abdurrahman al-Jaziri. Kitab ini sudah ada di aplikasi android arab. Saya pernah lihat terjemahannya juga sudah ada di Gramedia. Pembahasannya lebih kengkap dari ketiga kitab di atas. Kelima, kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah disebut-sebut sebagai yang paling lengkap merangkum opini 4 mazhab. Ditulis oleh kumpulan para ulama yang disponsori oleh pemerintah Kuwait. Terdiri dari 45 jilid yang pembahasannya berdasar alfabet arab. Jelas ini memudahkan untuk mencari topik pembahasan. Anda cukup mencari kata kunci dan melacaknya berdasarkan huruf hijaiyah. Tentu ini berbeda dengan kitab fiqih standar yang berdasarkan topik dan selalu dimulai dengan pembahasan masalah thaharah. Di bagian akhir kitab ensikopledia fiqih Kuwait ini memasukkan info mengenai nama dan bio singkat para pembahasannya setelah mengurai defenisi, kemudian menyebutkan persoalan pokok dalam entry fiqih yang sedang dibahas, setelah itu menyebutkan perbedaan pandangan para ulama yang diurai dengan sistematis berikut masing-masing dalilnya. Kelemahannya adalah tidak adanya diskusi maupun analisis perbandingan. Sedari awal ini disadari oleh penyusunnya dan itulah sebbanya mereka memilih judul mausu'ah atau tentu masih ada kitab fiqih muqarin perbandingan lainnya seperti karya Syekh Wahbah al-Zuhaili yang berjudul al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu yang isinya 9 jilid dengan jilid ke-10 berisi index dan maraji'. Syekh Wahbah al-Zuhaili juga menulis Mausu’ah Al-Fiqh Al-Islami wa Al-Qadhaya Al-Mu’ashirah 14 jilid. Syukur alhamdulillah kedua kitab fiqih modern ini sudah bisa diunduh di sedikit penjelasan mengenai kitab fiqih perbandingan mazhab. Karakter fiqih itu memang membuka ruang perbedaan pendapat. Jadi tidak perlu kafir-kafiran gegara beda pendapat. Gak perlu mem-bully ulama yang punya fatwa berbeda. Semua Imam Mazhab punya fatwa yang dianggap nyeleneh atau kontroversial. Sekadar menyebut beberapa contoh sajaImam Syafi'i bolehkan anak hasil zina dinikahi oleh "bapak" biologisnya karena nasab disandarkan ke ibunya. Apa kita berani bilang Imam Syafi'i itu Yai Zina? Memangnya kita siapa dibanding beliau?Imam Malik mengatakan anjing itu suci, tidak najis. Ini beda dengan mazhab lainnya. Apa berani kita nyinyiri beliau dengan membully mengatakan beliau itu Yai Anjing? Na' Abu Hanifah membolehkan minum nabidz dalam kadar tidak memabukkan. Mazhab lain mengharamkan. Apa kita berani komen beliau itu Yai Tukang Minum? Kacau kan!Imam Ahmad mengatakan batal wudhu sehabis makan daging unta, mazhab lain mengatakan tidak batal. Apa berani kita nyindir beliau itu Yai Unta? Ngawur banget kita!Imam Dawud al-Zhahiri bilang lemak/tulang babi tidak haram, yang haram cuma dagingnya. Mazhab lain membantah dengan keras. Tapi tidak ada ulama mazhab lain yang mencaci maki beliau dengan sebutan Yai Babi! Gak sampai ulama fiqih itu sebelum mengeluarkan fatwa akan memeriksa dalil dan kaidah usul al-fiqhnya dulu. Lha kita bisanya cuma nyinyir. Jumhur ulama juga belum tentu benar pendapatnya. Kebenaran dalam Islam ditentukan lewat kekuatan dalil bukan banyak-banyakan jumlah pengikut, apalagi pakai turun ke jalan dan teriak "bunuh-bunuh".Fatwa itu tidak mengikat. Sebagai contoh, kalau tidak cocok dengan fatwa Kiai Ma'ruf Amin, boleh pilih fatwa Gus Mus. Gak cocok dengan Gus Mus, pilih fatwa Mbah Moen. Mau pilih pendapat saya juga boleh, fiqih itu memang meniscayakan beda pendapat. Tak usah memaksakan pendapat. Semua ulama punya rujukan dan argumen. Semakin kita luaskan bacaan kita dengan membaca kitab fiqih perbandingan mazhab akan semakin toleran kita menyikapi keragaman pendapat. Yang suka memutlakkan pendapatnya atau pendapat ulama yang diikutinya itu bisa ditebak belum luas wawasan dan bacaannya. OK, jelas yah?!Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
DasarHukum yang digunakan Imam Hanafi dalam berhujjah tentang wali dengan Nash al-Qur’an, As-Sunnah dan Qiyas, dalil al-Qur’an yang digunakan adalah surah al-Baqarah ayat 230, 232
MALANGTIMES - Mazhab merupakan istilah dari bahasa Arab yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati. Sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik secara konkrit maupun secara abstrak. Mazhab merupakan jalur yang dipilih sehingga terhubung dengan risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada tiga ruang lingkup yang sering menggunakan istilah mazhab di dalamnya. Pertama mazhab akidah, mazhab politik, dan mazhab fiqih. Dalam hukum Islam atau fiqih terdapat empat mazhab besar yang diakui oleh golongan ahli sunnah wal jamaah, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Baca Juga Sudah Siap Sambut Ramadhan? Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 24 April Ke empat mazhab fiqih ini telah mempengaruhi perkembangan Islam. Perbedaan implementasi fiqih berdasarkan mazhab masing-masing dalam suatu komunitas tak jarang menjadi perdebatan yang tak berkesudahan. Namun toleransi merupakan kunci terjaganya persaudaraan dalam iman. Berikut 4 sejarah dan karakteristik mazhab fiqih tersebut yang dilansir dari kanal Youtube Catatan Ringan. 1. HanafiMazhab Hanafi atau Hanafiah didirikan oleh Nu'man bin Tsabit atau yang lebih terkenal dengan nama Abu Hanifah. Ia wafat 767 masehi. Pemikiran hukumnya bercorak rasional. Mazhab ini berasal dari Kufah, sebuah kota yang telah mencapai kemajuan yang tinggi di Iraq. Sehingga persoalan yang muncul banyak dipecahkan melalui pendapat, analogi, dan qiyas khafi. Karyanya yang terkenal adalah Fiqh Al-Akbar. Mazhab Hanafi merupakan mazhab fiqih dengan jumlah pengikut terbesar di dunia dengan jumlah pengikut sebanyak 675 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak mazhab ini adalah Pakistan, India, Bangladesh, Turki, Afganistan, dan Uzbekistan. Pada masa Turki Utsmani, mazhab ini merupakan mazhab resmi kerajaan. Murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Abu Yusuf yaitu guru Imam Ahmad, asy-Syaibani yaitu guru Imam Syafi'i, Abu Mansur Al-Maturidi, Jalaluddin Al-Rumi, dan Bahauddin Naqsyaban. 2. MalikiMazhab Maliki atau Maliki adalah mazhab yang didirikan oleh Malik bin Anas atau yang biasa dikenal dengan nama Imam Malik. Imam Malik wafat pada 797 Masehi. Sepanjang hidupnya Malik tidak pernah meninggalkan Madinah, kecuali untuk keperluan ibadah haji. Pemikiran hukumnya banyak dipengaruhi sunnah yang cenderung tekstual. Imam Malik juga termasuk periwayat hadist. Karyanya yang terkenal adalah al-Muwattha', yaitu hadis yang bercorak fiqih. Imam Malik juga dikenal sebagai seorang Mufti dalam kasus-kasus yang dihadapi. Salah satu fatwanya bahwa baiat yang dipaksakan hukumnya tidak sah. Selain itu pemikirannya juga banyak menggunakan tradisi bangsa Madinah. Mazhab Maliki merupakan mazhab fiqih dengan pengikut yang terkonsentrasi pada wilayah Afrika Utara dan Afrika Barat dengan jumlah pengikut sebanyak 270 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak mazhab ini adalah Maroko, Al-Jazair, Mesir, Sudan, Nigeria, dan Tunisia. Murid atau pengikutnyayang terkenal adalah Imam Syafi'i, Yahya Al-Laitsi, Ibnu Rusdi, AI Qurthubi, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun. 3. Syafi'iMazhab Syafi'i didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin ldris as-syafi'i. Ia wafat pada 767 masehi. Selama hidup Beliau pernah tinggal di Baghdad, Madinah, dan terakhir di Mesir. Corak pemikirannya adalah konvergensi atau pertemuan antara rasionalis dan tradisionalis. Selain berdasarkan pada Al Quran, sunnah, dan ijma, Imam Syafl'i juga berpegang pada qiyas. Beliau disebut juga sebagai orang pertama yang membukukan ilmu usul Fiqih. Karyanya yang terkenal adalah AI-Umm dan Ar-Risalah. Baca Juga Di UIN Malang, Jusuf Kalla Bicara Moderasi Beragama Pemikirannya yang cenderung moderat diperlihatkan dalam Qaul Qadim pendapat yang baru dan Qaul Jadid pendapat yang lama. Untuk penyebarannya mazhab Syafl'i diikuti oleh 495 juta jiwa. Negara-negara dengan mayoritas pengikut mazhab ini adalah Indonesia, Ethiopia, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Somalia. Murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Ahmad AI Ghazali, lbnu Katsir, lbnu Majah, An Nawawi, Ibnu Hajar al-'Asqalani, Abu Hasan Al Asy'ari, dan Said Nursi. 4. Hambali Mazhab Hambali atau Hanabilah didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hambal atau dikenal dengan nama Imam Hambali. Ia wafat pada 855 masehi. Pada masa mudanya beliau berguru kepada Abu Yusuf dan Imam Syafi'i. Corak pemikirannya tradisionalis, selain berdasarkan pada Al Quran, sunnah, dan ijtihad, Beliau juga menggunakan hadits Mursal dan Qiyas jika terpaksa. Selain sebagai seorang ahli hukum, beliau juga seorang ahli hadist. Karyanya yang terkenal adalah Musnad Ahmad, kumpulan hadis-hadis Nabi SAW. Mazhab Hambali merupakan mazhab fiqih dengan pengikut terkonsentrasi di wilayah Teluk Persia dengan jumlah pengikut sebanyak 41 juta jiwa. Negara-negara dengan pengikut terbanyak mazhab ini adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Murid atau pengikutnya yang terkenal adalah Imam Bukhori, Abdul Qodir Al Jailani, lbnu Qudammah, lbnu Taimiyah, Ibnu Qaiyyim Al jauziyyah, Adz-Dzahabi, dan Muhammad bin Abdul Wahab.
Padatahun 200 Hijriah, mazhab Syafi’i menggeser dominasi mazhab Malik. Sekalipun bersaing dengan mazhab Syafi’i, pengaruh mazhab Malik masih cukup kuat dibanding mazhab Hanafi. Keduanya menjadi dua mazhab yang paling banyak dianut di Mesir. Al-Maqrizi mencatat bahwa kedua mazhab selalu menjadi rujukan umat Muslim di Mesir.
Agama Thursday, 08 Jun 2023, 1453 WIB Ilustrasi qurban kambing sumber Dalam Islam, kurban syariah adalah penyembelihan hewan kurban, yang dilakukan setelah melakukan sholat Idhul Adha. Berqurban artinya wujud rasa syukur seluruh umat Islam kepada Allah SWT atas nikmat serta karunia yang sudah diberikan. Menurut ulama fikih madzhab Hanbali, Maliki dan Syafii, hukum berqurban adalah sunnah muakad dan tidak boleh atau makruh menyerahkannya kepada seseorang yang sudah memiliki harta berlebih. Namun menurut Hanafi, wajib bagi yang mampu. Ukuran kemampuan seseorang berqurban pada hakekatnya sama dengan kemampuan bersedekah, yaitu. kelebihan kekayaan atau uang setelah memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan dan melengkapi kebutuhan normal seseorang. Sebagian ulama menjelaskan bahwa hukum berqurban adalah wajib bagi yang mampu, namun bagi umat Islam yang tidak mampu, kewajiban ini gugur. Meskipun kurban merupakan ibadah Sunnah, namun ibadah ini tidak dapat ditolak karena Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang ingin menggunakan sebagian hartanya untuk tujuan ibadah. Qurban adalah ibadah dengan keutamaan dan pilihan hewan qurban dapat diubah sesuai dengan kemampuan. Berbagai ulama telah mengemukakan pendapat tentang penetapan hukum qurban dalam Islam, yang dikaitkan dengan hukum qurban berdasarkan empat madzhab. Ini penjelasannya. Madzhab Syafi'i Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkad, yang merupakan sunnah paling populer, namun hukumnya juga bisa dijadikan makruh bagi orang yang sebenarnya mampu tetapi tidak mau melakukan ibadah kurban. Mazhab Malik Mazhab Maliki juga memiliki pendapat yang sama dengan mazhab Syafi'i, yaitu bahwa kurban yang sah adalah muakkad sunnah, yaitu. sunnah yang dianjurkan, namun hukumnya dapat dijadikan makruh bagi orang yang sebenarnya mampu namun tidak mampu. berqurban. Mazhab Hanafi Mazhab Hanafi berpendapat bahwa qurban dalam hukum Islam wajib dilakukan setahun sekali. Pernyataan ini memiliki dasar hukum yang sangat jelas berdasarkan firman Allah SWT. Namun, masih ada ulama madzhab hanafi yang tidak sependapat dan menyatakan bahwa hukumnya muakkad sunnah. Madhab Hambali Madzhab Hambali juga mengeluarkan pernyataan bahwa kurban dalam Islam adalah wajib, namun hukum ini masih bisa diubah menjadi sunnah jika dilakukan oleh orang yang kurang mampu. Namun para ulama semua mazhab sepakat bahwa hukum qurban Islam menjadi mengikat setelah bernazar, jadi harus dilakukan dengan baik, apakah Anda punya uang atau tidak, karena Anda telah bersumpah. hukum qurban iduladha mazhab Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama Terpopuler Tulisan Terpilih
ImamNawawi menyatakan pula bahwa aurat itu wajib ditutupi dari pandangan manusia dan ini adalah ijma’ (kata sepakat ulama). (Idem). Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa aurat pada laki-laki ada lima pendapat dalam madzhab Syafi’i. Pertama, yang lebih tepat dan didukung dalil yang kuat, aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut.
Fatih Zein Agama Thursday, 08 Jun 2023, 2342 WIB Kajian ini bertujuan untuk menganalisis hukum perbandingan mazhab dalam tradisi hukum Islam. Dengan mempelajari perbedaan dan kesamaan antara mazhab-mazhab fiqih, penelitian ini akan mengeksplorasi metodologi, prinsip, dan dampak dari hukum perbandingan mazhab dalam konteks hukum Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber primer dan sekunder yang relevan, termasuk literatur hukum Islam dan karya-karya ulama terkemuka. Melalui analisis kualitatif, penelitian ini akan menyajikan temuan yang mendalam tentang hukum perbandingan mazhab dan implikasinya dalam praktik hukum Islam. Studi ini menggunakan metode membaca, mengumpulkan bahan, serta merangkumnya menjadi satu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengolahan dan analisis data. Metode membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena membaca tidak hanya memperoleh informasi saja tetapi juga sebagai alat untuk memperluas pengetahuan seseorang. Mazhab merupakan pendekatan atau landasan yang digunakan oleh Imam mujtahid untuk memecahkan masalah dan menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Perbandingan mazhab telah dikenal sejak zaman sahabat hingga saat ini, sebagai respons terhadap perbedaan pendapat yang muncul setelah wafatnya Rasulullah terkait fenomena kontemporer. Tujuan perbandingan mazhab adalah untuk menghindari sikap taqlid yang sempit, mempromosikan saling menghargai, dan mencari kebenaran. Mempelajari perbandingan mazhab memiliki manfaat, seperti memperoleh pemahaman dasar dan aqidah yang dapat menjadi pedoman hukum serta menyelesaikan masalah dengan sikap saling menghargai. Dalam studi mazhab, empat mazhab terkenal yang digunakan secara luas di seluruh dunia adalah mazhab hanafi, maliki, syafi'i, dan hambali. Studi perbandingan mazhab juga meliputi berbagai masalah fiqh yang menimbulkan perbedaan pendapat. Dalam mempelajari perbandingan mazhab, penting untuk memahami kewajiban muqarin, langkah-langkah kajian fiqh muqaranah, dan hukum dalam mengamalkan hasil perbandingan mazhab. Semua ini harus diketahui dan dipahami oleh individu yang berkewajiban menjalankannya. Dalam Islam, terdapat variasi mazhab atau aliran pemikiran hukum yang telah muncul sejak zaman awal Islam. Mazhab-mazhab ini berakar dari interpretasi dan penafsiran berbagai sumber hukum Islam, seperti Al-Qur'an, Hadis, dan pandangan ulama terkemuka. Salah satu konsep penting dalam studi hukum Islam adalah "hukum perbandingan mazhab", yang bertujuan untuk memahami perbedaan dan kesamaan antara mazhab-mazhab tersebut. Hukum perbandingan mazhab adalah kajian tentang perbedaan pendapat hukum yang terdapat di antara mazhab-mazhab fiqih dalam Islam. Fiqih adalah cabang ilmu dalam Islam yang mengurus hukum dan peraturan kehidupan Muslim. Tujuan utama dari hukum perbandingan mazhab adalah untuk memahami dan menghargai keragaman pendapat yang ada dalam tradisi hukum Islam. Salah satu prinsip dasar dalam hukum perbandingan mazhab adalah prinsip "ikhtilaf" atau perbedaan pendapat. Prinsip ini mengakui bahwa dalam hukum Islam, terdapat ruang untuk adanya perbedaan pendapat yang sah di antara ulama. Setiap mazhab memiliki pendekatan dan metodologi yang berbeda dalam menafsirkan sumber-sumber hukum, sehingga terjadi perbedaan dalam penentuan hukum. Namun, walaupun terdapat perbedaan pendapat, hukum perbandingan mazhab menekankan pentingnya dialog dan kerjasama antara mazhab-mazhab tersebut. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan yang lebih luas dan mencari solusi terbaik dalam menghadapi isu-isu hukum yang kompleks. Dalam konteks ini, mazhab-mazhab saling berbagi pengetahuan, argumen, dan bukti-bukti untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum Islam. Hukum perbandingan mazhab juga berperan penting dalam menangani isu-isu kontemporer yang tidak tercakup secara spesifik dalam sumber-sumber hukum klasik Islam. Ketika menghadapi tantangan baru, ahli hukum Islam dapat merujuk pada pendapat-pendapat dari mazhab-mazhab lain dan menggunakan prinsip hukum perbandingan mazhab untuk mencari solusi yang sesuai dengan konteks zaman modern. Perlu dicatat bahwa hukum perbandingan mazhab bukanlah metode untuk menggabungkan mazhab-mazhab menjadi satu atau menciptakan mazhab baru. Tujuannya adalah menganalisis perbedaan dan kesamaan dalam pemikiran hukum Islam serta memahami konteks historis dan metodologis di balik perbedaan-perbedaan tersebut. Meskipun demikian, hukum perbandingan mazhab juga dihadapkan pada tantangan dan kritik. Beberapa kritikus khawatir bahwa penekanan yang berlebihan pada perbedaan. perbandingan mazhab hukum islam Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Agama Terpopuler Tulisan Terpilih
Mazhabadalah kumpulan kesimpulan/hasil ijtihad dari bermanhaj. Mazhab bisa berbeda-beda karena berbagai faktor, seperti keterbatasan akses pada dalil yang sahih, pemahaman yang berbeda atas makna bahasa dll. para imam 4 mazhab besar: Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambal. Lanjutkan Membaca. Fahmi Noor Iwansyah.
Perbedaan Mazhab Syafi I Dan Hanafi. Peneliti Islam Asia Tenggara dan Turki Martin van Bruinessen melihat perbedaan itu, yakni mayoritas Muslim di jalur sutra menganut mazhab Hanafi, sementara jalur rempah banyak yang menganut mazhab Syafi’i. “Mazhab yang dianut jalur Rempah rata-rata Syafi’i, sedangkan jalur Sutra atau daratan itu Hanafi,” katanya saat Lecture II yang digelar Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdhlatul Ulama Indonesia Unusia bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada Sabtu 24/4. Mungkin dalam ajaran Hanafi ada satu kecocokan tidak berani memastikan,” ujar Guru Besar Universitas Utrecht, Belanda itu. “Tapi saya pikir faktor kebetulan lebih besar,” kata penulis buku Pesantren, Kitab Kuning, dan Tarekat itu. Daerah yang wilayahnya terbagi ke empat negara, yakni Turki, Irak, Suriah, dan Iran itu dihuni oleh mayoritas Muslim bermazhab Syafi’i. “Ini karyanya digunakan sebagai rujukan kajian pesantren, yaitu Hasyiyah Asy-Syarwani alt Tuhfah,” ujar kandidat doktor filologi Universitas Padjajaran itu. Lebih lanjut, Ginanjar menjelaskan bahwa Snouck Hurgronje pernah berjumpa dengan Mahmud Asy-Syarwani, salah satu putra ulama Dagestan itu. Perbedaan Empat Mahzab Maliki, Syafi’i, Hambali, dan Hanafi – abdi pranowo Sebagaimana disebutkan Al-Qur’an “Sesungguhnya semua orang yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah diantara dua saudaramu, bertaqwalah kepada Allah mudah-mudahan kamu mendapat rahmat-Nya”. Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad ibn Idris as-Syafi’i 150 – 204 H dilahirkan di Gazza, sebuah kampung diAsqolan, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 H, keturunan suku Quraisj. Dalam usia 15 tahun diberi tugas oleh gurunya Muslim bin Khalid Azzanjiy mengajar di Masjidil Haram, memberikan fatwa, sehingga mengagumkan orang-orang yang naik Hajji pada masa itu. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, Tuhan semesta alam yang tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Karena itu beliau menetapkan sifat istiwa’ Allah Subhanahu wa Ta’ala bersemayam di atas, ru’yatul mukminin lirrabbihim orang mukmin melihat Tuhannya dan lain sebagainya. Ada ulama penganud mazhab ini yang membagi fiqih Abu Hanifah menjadi 3 tingkatan 1 tingkatan pertama masa-ilul ushul kitabnya berjudul Dhohiru Riwayah, berisi kupasan dan ketetapan masalah agama oleh Imam Hanafi bercampur buah pikiran para sahabat Imam Hanafi yaitu Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan lainnya; 2 tingkatan kedua masa-ilun Nawadir tentang masalah-masalah agama, diriwayatkan oleh Imam Hanafi dan para sahabatnya, kitabnya Haruniyyar, Jurjaniyyat dan Kaisaniyyat Muhammad bin Hasan, serta Al Mujarrod Hasan bin Iyad; 3 tingkatan ketiga Al Fatawa wal Waqi’at berisikan masalah-masalah agama dari para ulama mujtahid mazhab Hanafi yang datang kemudian, karena keterangannya tidak mereka dapat pada pendahulunya, seperti kitab Al Fatawa wal Waqi’at pertama yaitu An Nawasil Abdul Laits As Samarqondy, wafat 375 H. Perbedaan 4 Mazhab dalam Menetapkan Hukum Islam Pemikiran Imam Maliki tertuang dalam kitabnya yang berjudul. al-Muqaththa’. . Mengutip buku. Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia. oleh Dr. Achmad Irwan Hamzani, kitab tersebut tak hanya mengandung hadits-hadits, tetapi juga pemikiran fikih Imam Maliki dan metode istinbatnya.
DownloadPDF. Kitab Fiqih dalam Mazhab Syafi’i yang dikarang oleh ulama-ulama Syafi’i dari abad ke abad adalah mewarisi pusaka ilmu, kitab-kitab tersebut dikarang oleh sahabat-sahabat Imam Syafi’i Rhl. (Ulama-ulama pengikut Syafi’i) sudah demikian banyaknya. Hampir setiap ulama’ itu mengarang kitab Fikih Syafi’i untuk dijadikan
Jika ingin tau seberapa hebat dan dalamnya ilmu suatu mazhab maka kenali dan pelajarilah ilmu tentang mazhab tersebut. Berikut ini ulasan Ustaz Muhammad Ajib , pengajar Rumah Fiqih Indonesia RFI mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Mazhab Syafi'i. Semoga bisa memberikan wawasan yang mencerahkan mengenai madzhab Syafi' Sebenarnya Imam Syafi'i? Imam Syafi'i wafat 204 H adalah salah satu imam besar dari imam 4 mazhab yang ada. Beliau adalah seorang imam besar yang ahli Qur'an, ahli Hadis, ahli Ushul Fiqih, ahli Fiqih dan ahli bahasa yang terkemuka di Nawawi wafat 676 H mengatakan bahwa nama lengkap Imam Syafi'i adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Sa'ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Mutthalib bin Abdi Manaf bin Qushai. Imam adz-Dzahabi wafat 748 H mengatakan bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza Palestina pada tahun 150 H. Imam as-Suyuti wafat 911 H juga mengatakan beliau lahir di Gaza tahun 150 H dan wafat tahun 204 H. Imam Ibnu Katsir wafat 774 H mengatakan bahwa nasab Imam Syafi'i bertemu dengan nasabnya Rasulullah SAW pada Abdi Manaf bin Qushai. Jadi ternyata Imam Syafi'i memiliki nilai yang tinggi dan keunggulan yang hebat dari segi Ibnu Hajar al-Asqalani wafat 852 H mengatakan bahwa Imam Syafi'i ketika berusia 7 tahun sudah hafal Qur'an. Bahkan tidak hanya sekadar hafal saja, beliau juga menguasai ilmu tafsirnya, ulumul Qur'an dan segala macam ilmu yang terkandung di dalam Quran. Kemudian saat berusia 10 tahun beliau sudah hafal kitab hadis tershahih di dunia setelah Quran yaitu Kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik wafat 279 H. Menuntut Ilmu ke Bani HudzailImam Nawawi mengatakan bahwa Imam Syafi'i awal mulanya belajar bahasa arab murni yaitu bahasa arab yang asli dengan tingkat bahasa yang sangat tinggi. Beliau belajar dengan kaum Hudzail yang sangat terkenal kefasihan bahasa arabnya hingga Imam Syafi'i dikenal sebagai al-Imam fi al-Lughah bahasa. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani wafat 852 H mengatakan bahwa Bani Hudzail adalah kabilah arab yang sangat fasih bahasa arabnya. Bahkan Imam Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa Imam Syafi'i telah menguasai bahasa Arab yang sangat fasih dari kabilah Hudzail. Menuntut Ilmu ke MakkahImam Al-Baihaqi wafat 458 H mengatakan bahwa pada mulanya Imam Syafi'i belajar syi'ir Arab dan menguasai kefasihan bahasa Arab dan telah hafal Qur'an dan Hadis di usia 7 tahun sampai usia 10 tahun. Baru kemudian beliau belajar ilmu fiqih di Makkah dengan seorang ulama besar yang bernama Imam Muslim bin Khalid az-Zanji wafat 180 H. Kemudian setelah Imam Syafi'i menguasai ilmu yang diajarkan oleh Imam Muslim bin Khalid az-Zanji wafat 180 H dan ulama Makkah lainnya beliau diizinkan gurunya untuk berfatwa di usia yang masih Ibnu Katsir juga mengatakan bahwa Imam Muslim bin Khalid az-Zanji wafat 180 H pernah berkata kepada Imam Syafi'i "Wahai anak muda, sungguh telah datang masa bagimu untuk berfatwa dalam masalah agama". Menuntut Ilmu ke MadinahSetelah beberapa tahun belajar di Makkah, Imam Syafii hijrah ke Madinah untuk belajar dengan seorang ulama besar ahli hadits pendiri mazhab Maliki yaitu Imam Malik bin Anas wafat 279 H.Imam Baihaqi mengatakan bahwa dulu Imam Syafi'i pernah berkata "Saya telah hafal kitab hadits al-Muwatta karya Imam Malik sebelum bertemu dengannya. Ketika saya membacakan Kitab Al-Muwatta' melalui hafalanku, Imam Malik terkagum-kagum dengan hafalan haditsku".Selama tinggal di Madinah, Imam Syafi'i telah menguasai ilmu mazhab Maliki yang dikenal dengan ahlul hadits. Hingga akhirnya dikenal di kalangan para ulama bahwa beliau termasuk Ashabu Malik pengikut mazhab Maliki.Menuntut Ilmu ke IraqImam Ibnu Hajar al-Asqalani wafat 852 H mengatakan bahwa setelah Imam Syafi'i belajar dan menguasai ilmu mazhab Maliki, beliau pergi ke Iraq untuk belajar dengan seorang ulama besar mazhab Hanafi yaitu Imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani wafat 189 H. Selama beberapa tahun di Iraq, Imam Syafi'i menguasai ilmu mazhab Hanafi. Dari sinilah kemudian Imam Syafi'i dikenal sebagai imam besar yang menguasai ilmu dua mazhab besar. Sebab beliau telah menguasai ilmu madzhab maliki yang terkenal dengan sebutan ahlul hadits dan menguasai ilmu mazhab Hanafi yang terkenal dengan sebutan ahlur ra' beliau pergi ke Yaman untuk belajar dengan Yahya bin Husain dan diangkat sebagai mufti dan sekretaris negara. Beliau juga sempat dituduh sebagai pengikut syiah. Namun, akhirnya ditolong oleh gurunya Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani wafat 189 H karena memang tidak terbukti kesyi'ahan beliau. Lalu Imam Syafi'i kembali ke Iraq juga sempat kembali ke Makkah dan telah menjadi ulama besar untuk mengajar di Makkah. Kemudian beliau mulai menyusun Kitab ushul Fiqih sampai akhirnya beliau kembali lagi ke Iraq untuk meresmikan dan mendirikan sebuah mazhab baru. Beliau juga menyusun kitab ushul fiqih yang dikenal dengan Kitab ar-Risalah dan menyusun kitab fiqih yang dikenal dengan kitab Al-Hujjah di ulama besar yang belajar dengan beliau di Iraq di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal wafat 241 H, Imam az-Za’farani wafat 260 H, Imam al-Karabisi wafat 248 H dan Imam Abu Tsaur wafat 240 H.Hijrah ke Mesir Sampai Beliau WafatPada tahun 199 H, Imam Syafi’i pindah ke Mesir dan merubah beberapa pendapatnya yang pernah beliau ucapkan di Iraq. Selama kurang lebih 4 tahun di Mesir beliau menyusun Kitab Al-Umm. Banyak ulama besar yang belajar dengan beliau di Mesir di antaranya Imam Al-Buwaiti wafat 231 H, Imam Al-Muzani wafat 264 H, Imam Rabi' al-Muradi wafat 270 H, Imam Rabi al-Jaizi wafat 256 H dan Imam Harmalah wafat 243 H.Imam Nawawi wafat 676 H mengatakan bahwa Imam Syafii wafat pada malam Jumat di akhir bulan Rajab tahun 204 H di Mesir pada usia ke 54. Beliau dimakamkan di Mesir pada hari Jumat setelah waktu Ashar. Sanad Keilmuan Imam Syafi'iImam Syafi'i memiliki sanad keilmuan yang tersambung sampai ke Rasulullah SAW. Imam Nawawi wafat 676 H mengatakan bahwa Imam Syafi'i memiliki guru banyak sekali. Di antara guru yang masyhur adalah Imam Malik, Imam Sufyan bin Uyainah wafat 198 H dan Imam Muslim bin Khalid az-Zanji wafat 180 H. Adapun Guru beliau yang bernama Imam Malik adalah murid dari Rabi'ah bin Abi Abdirrahman dari Anas bin Malik. Imam Malik juga murid dari Nafi' dari Ibnu Umar. Kedua sahabat ini belajar dari Rasulullah SAW. Adapun guru beliau yang bernama Imam Sufyan bin Uyainah wafat 198 H adalah murid dari Amr bin Dinar dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dari Rasulullah guru beliau Imam Muslim bin Khalid az-Zanji wafat 180 H adalah murid Ibnu Juraij dari Atho' bin Abi Rabah dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas juga mengambil ilmu dari Umar bin al-Khattab, Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Semuanya dari Rasulullah
SholatWajib Menurut 4 Imam Mazhab : Imam Syafe'i, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali. Sholat merupakan rukun kedua dari lima rukun Islam. Umat Islam sepakat bahwa menjalankan ibadah shalat 5 waktu (subuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isya') adalah kewajiban. Tapi ternyata banyak perbedaan dalam menjalankan ibadah sholat, meskipun hukumnya
Fikih merupakan ajaran Islam tentang hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an 3% sebagai dasar hukum yang diperjelas dengan hadits Nabi SAW. Mazhab fikih pengertiannya adalah “tempat tujuan atau rujukan pemahaman hukum Islam”. Mazhab sebagai aliran fiqih, terdapat empat mazhab terkenal. Keempat mazhab fikih Islam yang pada umumnya diakui ekistensinya di dalam masyarakat muslim dan termasuk golongan ahli sunnah diantaranya Maliki, Syafi’i, Hambali dan Hanafi. Semua ummat Islam apapun mazhabnya haruslah menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutannya [1], terutama dalam bersikap dan moral kehidupannya sebagai orang yang jujur, ikhlas, sabar, tegar, amanah, penyayang, terbuka, taat beribadah maupun beramal-sholeh, ramah, berakhlaq dan sebagainya. Ada pula mazhab Syi’ah salah satu sektenya Rafidiyah terkenal bersikap menolak ke-khalifah-an Abu Bakar, Umar, dan Usman. Mereka hanya mengakui ke-khalifah-an Ali. Mazhab lainnya yaitu Zhahiri, Dhahiriyah / Dawudi dinisbatkan oleh Dawud Ibn Khalaf, Zaydy, Awza’i, Jaririyah dibentuk oleh al-Thabari, Sofyan dan oleh al-Tsawri. Namun sejumlah mazhab tersebut tidak berkembang dan tidak bertahan. Mazhab Ja’fari adalah sebagai pelopor lahirnya mazhab-mazhab lainnya. Mengapa kita perlu mengenal perbedaan yang ada diantara penganut aliran ke-Islaman tertentu, terutama mengenai fikih dan perbandingan mazhab? Ini dimaksudkan agar supaya ada saling pengertian antar golongan dan tidak saling memutlakkan pendapat pribadi atau golongan sebagai yang paling benar, supaya tidak mudah memvonis seseorang atau golongan lain sebagai aliran sesat, disamping untuk menambah pengetahuan ke-Islam-an dan ke-Iman-an kita. Juga menekankan perlunya pemahaman yang baik mengenai ukhuwwah Islamiyah persaudaraan ummat Islam. Sebagaimana disebutkan Al-Qur’an “Sesungguhnya semua orang yang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah diantara dua saudaramu, bertaqwalah kepada Allah mudah-mudahan kamu mendapat rahmat-Nya”. Maksudnya adalah kompromi give and take, tidak boleh mengklaim sebagai yang paling benar. Dan tidak perlu ada kekerasan serta pemaksaan terhadap golongan lain untuk mengikuti atau mengakui apa yang menjadi keyakinan kelompoknya. Haruslah dipahami bahwa Islam itu adalah damai’ dan perbedaan-perbedaan itu adalah wajar’ serta dapat pula diambil hikmahnya. Perbedaan-perbedaan terutama fikih ini sudah terjadi sejak masa Rasul dan masa para sahabat. Diantaranya kasus Abu Bakar dan Umar, Ibn Mas’ud dan Utsman, juga masalah menyembelihan dan bercukur dalam hajji, tayamum dan shalat lagi, dan sebagainya. Ada beberapa catatan mengenai perbedaan pendapat fikih seperti dalam hal shalat, masalah perkawinan dan lainnya. Adapun contohnya sebagai berikut ini Dalam masalah shalat mengusap kepala dalam wudhu menurut ahli sunnah mazhab Maliki seluruh kepala tanpa telinga, mazhab Syafi’i sebagian kepala, mazhab Hanafi seperempat kepala, mazhab Hambali seluruh kepala dengan telinga, dan kelompok Syi’ah yaitu mazhab Ja’fari sebagian kepala depan. Membaca surat Al-Fatihah dalam shalat fardhu menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali adalah wajib dalam semua rakaat, sedang Hanafi tidak wajib, dan menurut Ja’fari wajib dalam dua rakaat pertama. Dalam hal mengucap salam menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali adalah wajib, menurut Hanafi tidak wajib dan menurut Ja’fari adalah sunnat. Dalam hal Qunut Subuh dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa Nabi melakukan Qunut Subuh dan Maghrib, menurut Maliki dianjurkan mustahabb, Syafi’i sunnat, dan menurut Hanafi tidak boleh. Dalam shalat jamaah Jum’at jumlah minimal menurut Maliki 12 orang laki-laki, Syafi’i dan Hambali 40 orang laki-laki, Hanafi 5 orang laki-laki, dan Ja’fari 4 orang laki-laki. Wudhu menyentuh wanita menurut Maliki batal kalau dengan telapak tangan, Syafi’i dan Hambali adalah batal, Hanafi dan Ja’fari tidak batal. Shalat jamak karena bepergian menurut Maliki, Syafi’i dan Hambali adalah boleh, sedang Hanafi adalah tidak boleh, dan Ja’fari mewajibkan. Dalam shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi melakukan jamak tanpa sebab tidak bepergian, tidak hujan dan tidak pula sedang berperang. Menurut Syafi’i dan Hambali adalah boleh, sedang Maliki dan Hanafi tidak boleh dilakukan, dan menurut Ja’fari adalah wajib. Shalat berjamaah menurut Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Ja’fari adalah sunnat, sedangkan Hambali adalah wajib. Dan untuk shalat Tarawih menurut Syafi’i, Hanafi dan Hambali 20 rakaat, dan Maliki 36 rakaat. Dalam masalah perkawinan akad nikah tanpa wali menurut Syafi’i dan Hambali adalah batal, menurut Maliki, Hanafi dan Ja’fari adalah sah. Adanya saksi dalam akad nikah menurut Syafi’i, Hanafi, Hambali adalah wajib, menurut Maliki tidak wajib dan Ja’fari dianjurkan mustahabb. Walimahan menurut Syafi’i adalah wajib dan Maliki adalah sunnat. Kifarat bila bersetubuh pada bulan Ramadhan menurut Syafi’i hanya pada pria saja, sedang Maliki pada pria dan wanita. Bermain-main bukan bersetubuh pada saat haid menurut Syafi’i dan Hanafi adalah haram kalau tanpa aling-aling pakaian / kain, menurut Maliki adalam haram, sedang Hambali dan Ja’fari adalah boleh. Saksi dalam talak menurut Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali adalah tidak perlu, sedangkan menurut Ja’fari adalah wajib. Dalam masalah lainnya seperti masalah air mani menurut Syafi’i dan Hambali adalah suci, sedang menurut Maliki, Hambali dan Ja’fari adalah najis. Wudhu kemudian muntah menurut Syafi’i, Maliki dan Ja’fari tidak batal, menurut Hanafi batal jikalau penuhi mulut, dan bagi Hambali adalah batal. Bermalam di Mina pada hari Tasyriq menurut Syafi’i dan Maliki adalah wajib, Hanafi sunnat, Ja’fari dan Hambali adalah boleh. Menyentuh mushaf Qur’an tanpa wudhu menurut Maliki, Syafi’i dan Hanafi adalah haram, sedangkan menurut Hambali dan Ja’fari boleh dengan aling-aling. Buka puasa dalam perjalanan menurut Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali adalah boleh, dan menurut Ja’fari justru diwajibkan. Dan banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya. Dalam sejarah pengkajian fikih, bermunculan ahlu mazhab, antara lain Hasan Basri, Ats Tsaury Ibnu Abi Laila, Al Auza’iy, Al Laitsi dan Imam Dawud Al Zhairi. Perkembangan dari waktu ke waktu, setelah diadakan evaluasi dan seleksi sampai saat ini hanya empat mazhab yang mendapat dukungan para ulama yaitu Maliki, Syafi’i, Hambali dan Hanafi. 1. Mazhab Maliki Imam Maliki Malik ibn Anas Al Ashbaqi 93-179 H lahir di Madinah pada tahun 93 H / 712 M, versi Qodi’Iyad 93 H – 189 H [2] konon ia dikandung 12 bulan, bahkan riwayat lain selama 3 tahun. Dan sekitar 57 tahun lebih tua dari Imam Syafi’i. Beliau adalah seorang ulama atau Imam yang tekun mengumpulkan hadits dan menghafalnya. Ia hidup pada masa Tabi’in dan Tabi’tabi’in orang yang berjumpa dengan sahabat Nabi dan orang yang berjumpa dengan orang yang telah berjumpa dengan sahabat Nabi. Pada saat itu Ia hidup di kota kerajaan Islam di Kota Kuffah. Adapun Madinah, di kala itu termasuk kota yang sepi, hanya dihuni oleh pemangku-pemangku hadits, ahli tafsir, ulama ahli tashawuf, meraka terdiri dari Sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’tabiin. Sedang kota Kuffah didiami oleh jago-jago politik, yang tidak kalah pula fungsinya dengan ulama-ulama. Oleh sebab itu dasar Mazhab Maliki diantaranya ialah amalan orang Madinah Ulama Madinah. Imam Malik adalah seorang “Huffazh” penghafal hadits nomor satu pada zamannya. Tidak ada seorangpun yang bisa menandingi beliau dalam hal penghafalan hadits. Pada usia 40 tahun hadits yang sudah dihafal diluar kepala itu, lalu diteliti pe-rawi-nya dan beliau cocokkan dengan ayat-ayat suci Al Qur’an tentang arti dan tujuannya. Pada akhirnya hanya 5000 hadits yang oleh beliau dianggap shahih. Dan kemudian beliau kumpulkan menjadi satu dalam kitab yang diberi nama “Almuwaththa” yang disepakati. Sesuai dengan namanya “Almuwaththa” yang disepakati, karena kitab tersebut telah dimufakati oleh 70 ulama fiqih di Madinah. Imam Safi’i berkomentar “Kitab yang paling shahih sesudah Al Qur’an, ialah “Almuwaththa”.[3] Maliki ialah mazhab fiqh yang tertua dalam Islam sunni. Mazhab Maliki diamalkan di Utara Afrika dan sebahagian Afrika Barat. Mahzab ini mempunyai bilangan pengikut lebih kurang 25% daripada muslim. Mazhab ini berbeda daripada tiga mazhab yang lain kerana terdapat tambahan kepada sumbernya. Selain menggunakan Al Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas, Imam Maliki juga menggunakan amalan orang Islam Madinah pada zamannya itu sebagai sumber tambahan. Mengikuti arahan Imam Malik, merupakan juga amalan orang Madinah dilihat sebagai sunnah yang hidup seakan memandang Nabi Muhammad berhijrah, tinggal dan wafat di Madinah, dimana kebanyakan sahabat Nabi tinggal di Madinah. Kesannya, hadits yang dikaji oleh mazhab ini agak berbeda daripada mazhab yang lain. Dasar-dasar pokok dari Mazhab Maliki yaitu berpegang pada 1 Al Qur’an; 2 Sunnah Rasul SAW yang dipandang sah; 3 Ijma’ Ahl Madinah kadang menolak hadits yang berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama Madinah; 4 Qias kias / analogi / membandingkan; 5 Istislah. istilah fikih, yaitu pendapat bahwa sesuatu Adalah salih karena berfaedah, bijak untuk kepentingan dan keperluan umum Mazhab ini banyak penganutnya di Tunisia, Tripoli, Maroko, Aljazair, Mesir Atas dan beberapa daerah Afrika.[4] 2. Mazhab Syafi’i Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad ibn Idris as-Syafi’i 150 – 204 H dilahirkan di Gazza, sebuah kampung diAsqolan, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 H, keturunan suku Quraisj. Walaupun beliau dilahirkan di Ghazza Palestina, tetapi tumbuh dewasa kampung halamannya di Mekkah. Ayah-Ibunya datang kesana untuk suatu keperluan dan tidak lama beliau lahir disitu. Beliau menjadi anak yatim, sebab sejak kecil sebelum mereka kembali ke Mekkah ayahnya telah wafat di Ghazza. Nama asli dari Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris dengan bergelar Abu Abdillah. Dalam urutan nasab, beliau mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Nabi Muhammad SAW. Nenek moyang beliau jika dijabarkan maka sebagai berikut Muhammad bin Idris, bin Abbas, bin Utsman, bin Syafi’i bin Saib, bin Abi Yazid, bin Hasyim, bin Abdul Muthalib bin Abdul Manaf, bin Qushal. Dari pihak ibu Muhammad bin Fatimah, binti Abdullah, bin Hasan, bin Husen, bin Ali, bin Abi Thalib Gelar sebagai Imam Syafi’i diambil dari nama kakek beliau yang ke empat, yaitu Syafi’i bin Saib. Catatan penting lainnya adalah pada umur 2 tahun kembali ke Mekkah Almukarramah bersama ibunya. Ketika masih kecil belajar membaca Al Qur’an kepada Ismail bin Qusthanthin. Pada usia 9 tahun beliau hafal Al Qur’an 30 juz diluar kepala. Ia pandai tatabahasa, syair dan ilmu bahasa. Ia menghafalkan kitab al-Muwaththa’ dalam satu malam. Dalam usia 15 tahun diberi tugas oleh gurunya Muslim bin Khalid Azzanjiy mengajar di Masjidil Haram, memberikan fatwa, sehingga mengagumkan orang-orang yang naik Hajji pada masa itu. Pada tahun 170 H, beliau pergi ke Madinah untuk belajar kepada Imam Maliki dengan membawa sepucuk surat dari gurunya Muslim bin Khalid yang ditujukan kepada Imam Malik bin Anas. Dalam perjalanan yang memakan waktu 8 hari 8 malam itu, Imam Syafi’i membaca Al Qur’an 16 kali khatam. Pengetahuannya tentang Al Qur’an tak terkalahkan di zamannya, secara istimewa dicurahkan tenaganya untuk mempelajari sunnah Nabi. Sebagai ulama besar dimana hasil ijtihadnya Imam Syafi’i dikenal dengan sebutan “Mazan Imam Syafi’i”. Beliau juga selama setahun tidak pernah pisah dengan Imam Malik. Beliau disamping menjadi murid juga diangkat sebagai pembantu Imam Malik[5] dan mengenal dengan baik ajaran Imam Hanafi dan Imam Malik. Ia mengembara ke Yaman, Baghdad dan menetap di Mesir, dan wafat pada hari kamis malam jum’at tanggal 29 Rajab 204 H / 820 M, dan dimakamkan di Zahro. Kitab-kitab Imam Syafi’i antara lain a Ar Rizalah kitab ushul fiqih pertama, b Al Umm merupakan kitab besar ilmu fiqih, c Ikhtifatul Hadits, berisikan tentang perselisihan hadits-hadist Nabi SAW, dan d Al Musnad, berisikan sandaran sanad Imam Syafi’i dalam meriwayatkan hadits-hadits. Ajaran Syafi’i terutama berdasarkan Sunnah seperti ajaran Imam Malik, tetapi data-data yang digunakan jauh lebih banyak dan berasal dari berbagai tempat. Dasar-dasar mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab Usul al-Fiqh Ar-Risalah dan kitab fiqh al-Umm. Di dalam buku-buku tersebut Imam Syafi’i menjelaskan kerangka dan prinsip mazhabnya serta beberapa contoh dalam merumuskan hukum far’iyyah yang bersifat cabang. Dasar-dasar atau asas-asas pokok mazhab Syafi’i berpegang pada 1 Al Qur’an; 2 Tafsir lahiriahnya Al Qur’an selama tak ada dalil yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan lahiriahnya; Imam Syafi’i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur’an dalam menetapkan hukum Islam. 3 Sunnah Nabi SAW; Sunnah dari Rasulullah SAW kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Qur’an. Imam Syafi’i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah pembela Sunnah Nabi. 4 Ijma’ ,hukum yang tak ada dalam Al Qur’an dan Hadits, keputusan diambil alim-ulama dan atas kata sepakat tidak diketahui ada perselisihan tentang sesuatu; Ijma’ para Sahabat Nabi, yang tak diketahui pula ada perselisihan tentang hal itu. Ijma’ yang diterima Imam Syafi’i sebagai landasan hukum adalah ijma’ para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum, karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi. 5 Qias ditolak dasar istihsan dan dasar ihtislah. Kias yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma’ tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi’i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam. 6 Istidlal, adalah suatu istilah fikih, yakni mencari atau menegakkan dalil daripada penetapan akan dan kesimpulan-kesimpulannya atau dari seseorang yang mengetahuinya, yang dipandang sebagai ushul fikh. 7 Istishab suatu istilah fikih, yaitu mencari hubungan, sambungan, berusaha menghubungkan sesuatu dengan keadaan sebelumnya. Berarti membawa serta sesuatu yang telah ada di masa lalu ke masa sekarang. Istishab merupakan salah satu pegangan dalam menetapkan hukum yang tidak mempunyai dalil yang tegas dari Al Qur’an, Sunnah, Ijma maupun Qiyas. Dengan perinsip istishab manusia dapat memberlakukan suatu dalil hukum yang berlaku pada masa lampau, tanpa adanya keterangan bahwa hukum itu berlaku seterusnya. Misalnya, memberlakukan ketentuan bahwa asal hukum segala sesuatu adalah boleh, kecuali bila ada larangan yang jelas, bagi hal-hal baru yang illatnya tidak ditemukan. Salah satu dasar pokok mazhab Syafi’i. Sebagian ulama terutama dari kelompok Hanafiah tidak menerima istishab sebagai pegangan dalam menetapkan hukum. Penduduk terbanyak masuk dalam mazhab ini adalah Indonesia, Mesir Bawah, Arabia Barat Saudi Arabia, Syria, Semenanjung Malaya Malaysia-Singapura, Pantai Koromandel, Malabar, Hadramaut, Bahrain, Indonesia dan beberapa negara di Asia Tengah.[6] Imam Syafi’i, begitulah orang-orang menyebut dan mengenal nama ini, terasa begitu lekat di dalam hati, setelah nama-nama seperti Khulafaur Rasyidin. Namun orang-orang mengenal Imam Syafi’i hanya dalam kapasitasnya sebagai ahli fiqih. Padahal sebenarnya beliau juga adalah tokoh dari kalangan ummat Islam dengan multi keahlian. Ketika memasuki Baghdad, beliau dijuluki Nashirul Hadits pembela hadits. Dan Imam Adz-Dzahabi menjuluki beliau dengan sebutan Nashirus Sunnah pembela sunnah dan salah seorang Mujaddid pembaharu pada abad kedua hijriyah. Muhammad bin Ali bin Shabbah Al-Baldani berkata “Inilah wasiat Imam Syafi’i yang diberikan kepada para sahabatnya, Hendaklah Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Satu, yang tiada sekutu bagiNya. Dan sesungguhnya Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan RasulNya. Kami tidak membedakan para rasul antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, Tuhan semesta alam yang tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Untuk itulah aku diperintah, dan saya termasuk golongan orang yang menyerahkan diri kepadaNya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkan orang dari kubur dan sesungguhnya Surga itu haq, Neraka itu haq, adzab Neraka itu haq, hisab itu haq dan timbangan amal serta jembatan itu haq dan benar adanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas hambaNya sesuai dengan amal perbuatannya. Di atas keyakinan ini aku hidup dan mati, dan dibangkitkan lagi Insya-Allah. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan makhluk ciptaanNya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari akhir nanti akan dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata telanjang, jelas, terang tanpa ada suatu penghalang, dan mereka mendengar firmanNya, sedangkan Dia berada di atas Arsy. Sesungguhnya takdir, baik buruknya adalah berasal dari Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Tidak terjadi sesuatu kecuali apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dan Dia tetapkan dalam qadha’ qadarNya. Sesungguhnya sebaik-baik manusia setelah Baginda Rasullullah shallallahu alaihi wasallam adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu’anhum. Aku mencintai dan setia kepada mereka, dan memohonkan ampun bagi mereka, bagi pengikut perang Jamal dan Shiffin, baik yang membunuh maupun yang terbunuh, dan bagi segenap Nabi. Kami setia kepada pemimpin negara Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah selama mereka mendirikan shalat. Tidak boleh membangkang serta memberontak mereka dengan senjata. Kekhilafahan kepemimpinan berada di tangan orang Quraisy. Dan sesungguhnya setiap yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan. Dan nikah mut’ah adalah haram. Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Tinggalkanlah bid’ah dan hawa nafsu. Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sejauh yang engkau mampu. Ikutilah shalat Jum’at, jama’ah dan sunnah Rasullullah Shallallahu’alaihi wasallam. Berimanlah dan pelajarilah agama ini. Siapa yang mendatangiku di waktu ajalku tiba, maka bimbinglah aku membaca “Laailahaillallah wahdahu lasyarikalahu waanna Muhammadan abduhu warasuluh”. Di antaranya yang diriwayatkan oleh Abu Tsaur dan Abu Syu’aib tentang wasiat Imam Syafi’i adalah “Aku tidak mengkafirkan seseorang dari ahli tauhid dengan sebuah dosa, sekalipun mengerjakan dosa besar, aku serahkan mereka kepada Allah Azza Wajalla dan kepada takdir serta iradah-Nya, baik atau buruknya, dan keduanya adalah makhluk, diciptakan atas para hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa yang dikehendaki menjadi kafir, kafirlah dia, dan siapa yang dikehendakiNya menjadi mukmin, mukminlah dia. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ridha dengan keburukan dan kejahatan dan tidak memerintahkan atau menyukainya. Dia memerintahkan ketaatan, mencintai dan meridhainya. Orang yang baik dari ummat Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam masuk Surga bukan karena kebaikannya tetapi karena rahmatNya. Dan orang jahat masuk Neraka bukan karena kejahatannya semata. Dia menciptakan makhluk berdasarkan keinginan dan kehendakNya, maka segala sesuatu dimudahkan bagi orang yang diperuntukkannya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan lainnya. Aku mengakui hak pendahulu Islam yang sholeh yang dipilih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyertai NabiNya, mengambil keutamaannya. Aku menutup mulut dari apa yang terjadi di antara mereka, pertentangan ataupun peperangan baik besar maupun kecil. Aku mendahulukan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali radhiallahu anhum. Mereka adalah Khulafaur Rasyidin. Aku ikat hati dan lisanku, bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk yang diciptakan. Sedangkan mempermasalahkan lafazh ucapan seseorang yang melafazhkan Al-Qur’an apakah makhluk atau bukan adalah bid’ah, begitu pula sikap tawaqquf diam, tidak mau mengatakan Al-Qur’an itu bukan makhluk, juga tidak mau mengatakan Al-Qur’an itu makhluk” adalah bid’ah. Iman adalah ucapan dan amalan yang mengalami pasang surut.[7] Kesimpulan wasiat di atas yaitu bahwa aqidah Imam Syafi’i adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sumber aqidah Imam Syafi’i adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau pernah mengucapkan sebuah ucapan seperti apapun tidak akan pasti tidak diterima kecuali dengan dasar Kitabullah atau Sunnah RasulNya. Dan setiap yang berbicara tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau membual, tidak ada artinya[8], Waallu a’lam. Manhaj Imam Syafi’i dalam aqidah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya, dan menolak apa yang ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Karena itu beliau menetapkan sifat istiwa’ Allah Subhanahu wa Ta’ala bersemayam di atas, ru’yatul mukminin lirrabbihim orang mukmin melihat Tuhannya dan lain sebagainya. Dalam hal sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Imam Syafi’i mengimani makna zhahirnya lafazh tanpa takwil meniadakan makna tersebut apalagi ta’thil membelokkan maknanya. Beliau berkata “Hadits itu berdasarkan zhahirnya. Dan jika ia mengandung makna lebih dari satu, maka makna yang lebih mirip dengan zhahirnya itu yang lebih utama.” [9] Imam Syafi’i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus diimani, maka beliau menjawab, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan dijelaskan oleh NabiNya kepada ummatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya setelah hujjah keterangan sampai kepadanya karena Al-Qur’an turun dengan membawa nama-nama dan sifat-sifat itu. Maka barangsiapa yang menolaknya setelah tegaknya hujjah, ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah ma’dzur diampuni karena kebodohannya, sebab hal nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak bisa diketahui dengan akal dan pemikiran. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dia memiliki sifat “Yadaini” dua tangan, dengan firmanNya, yang artinya “Tetapi kedua tangan Allah terbuka” QS Al-Maidah 64. Dia memiliki wajah, dengan firmanNya, yang artinya “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya” QS Al-Qashash 88”.[10] Kata-kata “As-Sunnah” dalam ucapan dan wasiat Imam Syafi’i dimaksudkan untuk tiga arti. Pertama, adalah apa saja yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah, berarti lawan dari bid’ah. Kedua, adalah aqidah shahihah yang disebut juga tauhid lawan dari kalam atau ra’yu. Berarti ilmu tauhid adalah bukan ilmu kalam begitu pula sebaliknya. Imam Syafi’i berkata “Siapa yang mendalami ilmu kalam, maka seakan-akan ia telah menyelam ke dalam samudera ketika ombaknya sedang menggunung”.[11] Ahlus Sunnah disebut juga oleh Imam Syafi’i dengan sebutan Ahlul Hadits. Karena itu beliau juga berwasiat “Ikutilah Ahlul Hadits, karena mereka adalah manusia yang paling banyak benarnya.”[12] Dan “Ahli Hadits di setiap zaman adalah bagaikan sahabat Nabi.” [13] Di antara Ahlul Hadits yang diperintahkan oleh Imam Syafi’i untuk diikuti adalah Imam Ahmad bin Hambal, murid Imam Syafi’i sendiri yang menurut Imam Nawawi “Imam Ahmad adalah imamnya Ashhabul Hadits, imam Ahli Hadits”.[14] Pemikiran fiqih mazhab Syafi’i ini diawali oleh Imam Syafi’i, yang hidup pada zaman pertentangan antara aliran ahli hadits cenderung berpegang pada teks hadits dan ahl al-ra’y cenderung berpegang pada akal fikiran atau ijtihad. Imam Syafi’i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh ahli hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh ahl al-ra’y yang juga murid Imam Abu Hanifah. Imam Syafii kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi’i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun demikian mazhab Syafii menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi’i sebagai ulama fiqih, Usul al-Fiqh, dan hadits di zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya. Imam Syafi’i pada awalnya pernah tinggal menetap di Baghdad. Selama ia tinggal di sana, ia mengeluarkan ijtihad-ijtihadnya, yang biasa disebut dengan istilah Qaul Qadim pendapat yang lama. Ketika kemudian Imam Syafi’i pindah ke Mesir kerena munculnya aliran Mu’tazilah yang telah berhasil mempengaruhi kekhalifahan, ia melihat kenyataan dan masalah yang berbeda dengan yang sebelumnya ditemui di Baghdad. Ia kemudian mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru yang berbeda, atau yang biasa disebut dengan istilah Qaul Jadid pendapat yang baru. Imam Syafi’i berpendapat bahwa qaul jadid tidak berarti menghapus qaul qadim. Jika terdapat kondisi yang cocok baik dengan qaul qadim maupun dengan qaul jadid, maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian, kedua qaul tersebut sampai sekarang masih tetap dianggap berlaku oleh para pemegang mazhab Syafi’i. Penyebar-luasan pemikiran mazhab Syafi’i berbeda dengan mazhab Hanafi dan mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar mazhab Syafi’i terutama disebar-luaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Murid-murid utama Imam Syafi’i di Mesir, yang menyebar-luaskan dan mengembangkan mazhab Syafi’i pada awalnya adalah Yusuf bin Yahya al-Buwaiti w. 846, Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani w. 878, dan Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi w. 884. Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan pendiri firqah mazhab Hanbali, juga pernah belajar kepada Imam Syafi’i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang kemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan mazhab Syafi’i, antara lainImam Abu al-Hasan al-Asy’ari, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam As-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam Dhahabi, dan Imam Al-Hakim. Imam Syafi’i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam Usul al-Fiqh, tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, melainkan ilmu ini baru lahir setelah Imam Syafi’i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi’i umumnya dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif diantara mazhab-mazhab fiqih sunni lainnya, dimana berbagai ilmu keIslaman telah berkembang berkat dorongan metodologi hukum Islam dari para pendukung mazhab ini. Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh mazhab Syafi’i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Ahli Sunah Waljamaah di bidang mereka masing-masing. Saat ini, mazhab Syafi’i diperkirakan diikuti oleh 28%-35% ummat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar dalam hal jumlah pengikut. 3. Mazhab Hambali Aliran fikih Islam yang dinisbahkan kepada Imam Ahmad Ibnu Hambal bin Hilai, lahir di Baghdad tahun 164 H tumbuh dewasa di kota ini dan wafat pada usia 77 tahun di hari jum’at Rabi’ul Awwal tahun 241 H / 855 M. Setelah menderita sakit selama beberapa minggu. Dan di makamkan di Bab Harb di Kota Baghdad. Nama Hambali ia sandang dari nama datuknya, sejak kecil dikenal dengan nama Ahmad bin Hambal. Ia belajar ilmu fiqh kepada al-Syafi’I, dan mencurahkan dirinya terhadap sunnah yang menjadikan sebagai tokoh besar di zamannya. Kitab–kitab Imam Hambali antara lain a Tafsir Al Qur’an, b An Nasikh wal Mansukh, c Al Muqoddam wal Muakhkhor fil Qur-an, d Al Manasikul Kabir, e Al Illah, f Al Musnad yang berisi hadits di Indonesia hanya dikenal Al Musnad terdiri 6 jilid, Al Waro’i dan Ash Sholah. Mazhab Hambali berdasarkan atas nash, yaitu Al-Qur’an dan Hadist yang shahih, fatwa sahabat, pendapat sahabat paling dekat dengan Al Qur’an dan hadits, hadits dha’if yang tidak terlalu lemah dan hadits mursal, dan yang terakhir, jika terpaksa, juga qiyas. Karena itu mazhab ini digolongkan sebagai aliran ahlu l-hadits yang mendahulukan hadits walaupun dhaif daripada ra’ya. Ulama-ulama yang berjasa mengembangkan mazhab Hambali antara lain Abu l-Qasim al-Karkhi wafat tahun 881 M, Abdu l-Aziz Ja’far wafat tahun 910 M, Ibnu Qudamah wafat tahun 1164 M, Ibnu Taymiah wafat 20 Syawal tahun 749 H [15] / 1273 M dan Ibnu Qayyim wafat tahun 1296 M. Penganut mazhab ini terutama terdapat di Arab Saudi.[16] Mazhab Hanbali adalah satu daripada empat mazhab fiqih terkenal dalam aliran ahli sunnah wal jamaah Mazhab ini juga mendapat pengikut dari aliran Wahabi dan Salafi tetapi posisi ini tidak diakui oleh sarjana Islam. Aliran Salafi merujuk mazhab Hanbali sebagai mazhab Athari. Mazhab Hambali ini kebanyakan diamalkan oleh masyarakat Islam di Semenanjung Arab. Dasar-dasar pokok mazhab Hambali berpegang pada 1 Al Qur’an; 2 Hadits Marfu’; 3 Fatwa-fatwa para sahabat dan fatwa-fatwa sahabat yang lebih dekat pada Qur’an dan Sunnah, diantara fatwa-fatwa yang berlawanan; 4 Hadits Mursal dan hadits Da’if, ialah hadits yang derajatnya kurang daripada sahih; 5 Qias kias / analogi / membandingkan. Mazhab ini banyak dianut penduduk Arabia Tengah, di Saudi Arabia terutama kaum Wahabi dan tokoh lainnya adalah Ibnu Taymiiah[17] yang kemudian dijadikan sumber doktrin dalam memberantas tradisi pengagungan ziarah kubur para Wali dan orang muslim, juga dipedalaman Oman dan beberapa tempat disepanjang Teluk Parsi dan beberapa kota Asia Tengah.[18] Kini mulai berkembang di Malaysia dan Asia tenggara. 4. Mazhab Hanafi 699-767 Aliran fikih Islam yang dinisbahkan kepada Ahmad Ibn Hambal Abu Abdillah. Imam Abu Hanifah Nu’man ibn Thabit al-Taymi 80-150 H. Ia keturunan Parsi, dilahirkan di Basra tahun 699 M dan berusia 70 tahun dan wafat pada bulan Rajab tahun 150 H, di Kuffah Bagdad.[19] Menurut versi Qodi’Iyad Ia wafat 350 H[20]. Makamnya ada di Al Khoizaron, Baghdad. Nama sebenarnya Nu’man putra dari Tsabit bin Zautho bin Mah, keturunan bangsa Ajam. Kata hanif’ dalam bahasa Arab berarti cenderung kepada agama yang benar. Riwayat yang lain mengatakan beliau erat dengan tinta guna mencatat ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Ayahnya keturunan Persia yang berasal dari Afganistan. Abu Hanifah pernah berguru kepada Atha bin Abi Rabah, Imam Muhammad bin Abu Sulayman, Imam Nafi’ Mawla Ibnu Umar dan Imam Muhammad al-Baqir. Hanifah termasuk tabi’in sebab ia masih sempat berjumpa dengan beberapa sahabat Nabi Muhammad misalnya Abi Awfa, Watsilah bin al-Aqsa, Ma’qil bin Yasar, Abullah bin Anis dan Abu Tufayl. Selain sebagai ulama dan Imam Mazhab, Hanifah juga wiraswastawan yang berhasil namun hidupnya sangat wara’ dan zuhud serta pemurah. Hubungannya dengan penguasa tidak begitu baik, karena selalu menolak tawaran khalifah untuk menjadi Hakim Agung, bahkan Ia sempat dipenjara dan dihukum dera setiap hari selama 15 hari. Karena tidak berhasil membujuk Hanifah memangku jabatan Hakim Agung, Khalifah al-Mansyur murka dan memanggilnya menghadap, di Istana Abu Hanifah disugihi racun lalu dikembalikan ke penjara dan meninggal di penjara.[21] Beberapa karya tulisnya yang memuat pendapatnya yang disusun para muridnya antara lain al-Madsuth, al- jami’u l-kabir, Al-Sayru l-Shaghir, al-l-Kabir, dan al-Ziyadah. Abu Hanifah dijuluki sebagai Bapak Ilmu Fiqih.[22] Mazhab Hanafi dikembangkan berdasarkan Al Qur’an, Sunnah Rasul, fatwa para sahabat, qiyas, istihsan, adat dan uruf masyarakat. Sikap Abu Hanifah terhadap hadits sangat hati-hati dan selektif. Ia lebih banyak menggunakan qiyas dan juga istihsan. Hal ini ada hubungannya dengan daerah pertumbuhan mazhab ini yang jauh dari Madinah dan Mekah, tempat tinggal kebanyakan sahabat Nabi. Karena itu mazhab Hanafi seringkali disebut sebagai aliran ahlu l-rayu yang lebih mengutamakan rasio. Perkembangan mazhab Hanafi cukup luas karena peranan murid-murid Abu Hanifah, seperti Abu Yusuf wafat tahun 731 M yang pernah menjadi Hakim agung di Baghdad, Muhammad bin Hasan wafat tahun 738 M dan Zufar wafat tahun 707 M. Ada ulama penganud mazhab ini yang membagi fiqih Abu Hanifah menjadi 3 tingkatan 1 tingkatan pertama masa-ilul ushul kitabnya berjudul Dhohiru Riwayah, berisi kupasan dan ketetapan masalah agama oleh Imam Hanafi bercampur buah pikiran para sahabat Imam Hanafi yaitu Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan lainnya; 2 tingkatan kedua masa-ilun Nawadir tentang masalah-masalah agama, diriwayatkan oleh Imam Hanafi dan para sahabatnya, kitabnya Haruniyyar, Jurjaniyyat dan Kaisaniyyat Muhammad bin Hasan, serta Al Mujarrod Hasan bin Iyad; 3 tingkatan ketiga Al Fatawa wal Waqi’at berisikan masalah-masalah agama dari para ulama mujtahid mazhab Hanafi yang datang kemudian, karena keterangannya tidak mereka dapat pada pendahulunya, seperti kitab Al Fatawa wal Waqi’at pertama yaitu An Nawasil Abdul Laits As Samarqondy, wafat 375 H. Mazhab Hanafi ialah salah satu mazhab fiqh dalam Islam sunni. Suatu mazhab yang dikenal sebagai mazhab paling terbuka kepada idea modern. Mazhab ini diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam sunni Mesir, Turki, sub-benua India dan sebahagian Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia belajar dan melihat pendapatnya mengenai amalan Islam. Mazhab Hanafi merupakan mazhab yang dianut dengan sekitar 30% pengikut. Kehadiran mazhab ini tidak boleh dilihat sebagai perbedaan mutlak seperti dalam Kristian Prostestan dan Katolik dan beberapa agama lain. Sebaliknya ini merupakan perbedaan yang sehat melalui pendapat yang logis dan idea dalam memahami Islam. Perkara pokok seperti akidah atau tauhid masih sama dan tidak berubah. Dasar–dasar pokok dari mazhab Hanafi berpegang pada 1 Al Qur’an; 2 Sunnah Rasul SAW beserta peninggalan-peninggalan sahih yang telah masyhur di antara para ulama; 3 Fatwa-fatwa para sahabat; 4 Qias; 5 Istihsan; Secara bahasa istihsan berarti menganggap baik sesuatu hasan, adalah salah satu cara menetapkan hukum di kalangan ahli ushul fikih. Melalui metode istihsan, seorang mujtahid meninggalkan hukum yang didasarkan atas qias jali analogi yang jelas persamaan illatnya ke hubungan baru yang berdasarkan atas qias khafi persamaan illatnya tersamar atau dari hukum yang didasarkan pada dalil kulli alasan yang bersifat umum ke hukum yang didasarkan atas dalil juz’i alasan yang bersifat khusus. Salah satu contoh mengqiaskan wakaf kepada sewa-menyewa dan tidak kepada jual-beli, karena lebih mengutamakan segi kemanfaatannya daripada segi perpindahan hak milik. Perpindahan hukum itu lebih tepat. Metode istihsan ini lebih banyak digunakan dikalangan ulama Hanafiyah sebagai salah satu dasar pokok mazhab Hanafi dan ditolak keras dikalangan ulama Syafi’iyah. 6 Adat beserta uruf umat. Penganut mazhab Hanafi terdapat banyak di anak daerah India, Turki, Afganistan, Kawasan Balkan, China dan Rusia.[23] Disamping Turki dan India, juga Turkestan, Propinsi-propinsi Buchara dan Samarkand.[24] Juga di Asia Tenggara mendapat beberapa pengikut. ——————————————– [1] KH. Said Agil Siraj, Republika 26-03-2007 [2] Qodi’Iyad Ibn Musa Al Yahsudi, Keagungan Kekasih Allah Muhammad SAW Keistimewaan Personal Keteladanan Bersalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 , Hal. 812 [3] Abdul Ghoni A, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, CV. Bintang Pelajar, 1986, hal .110-111 [4] Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1973, hal. 657-658 [5] Abdul Ghoni A, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, CV. Bintang Pelajar, 1986, [6] Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1973, [7] Al-Amru bil Ittiba’, As-Suyuthi, hal 152-154, tahqiq Mustofa Asyur; Ijtima’ul Juyusyil Islamiyah, Ibnul Qayyim hal 165. [8] Manaqibusy Syafi’i, hal 1 -470 & 475. [9] Al-Mizanul Kubra, hal 1 – 60; Ijtima’ul Juyusy, hal 95. [10] Manaqib Asy-Syafi’i, Baihaqi hal 1-412, 413; Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah, Al- Lalikai, hal 2 – 702; Siyar A’lam An-Nubala’, hal 10 – 79, 80; Ijtima’ Al-Juyusy Al- Islamiyah, Ibnul Qayyim, hal 94. [11] Al-Mizanul Kubra, Asy-Sya’rani, hal 1-60, As-Sunnah dimaksudkan sebagai sinonim dari hadits yaitu apa yang datang dari Rasulullah selain Al-Qur’an. [12] Al-Adab Asy-Syar’iyah, Ibnu Muflih, hal 1-231. [13] Al-Mizanul Kubra, hal 1- 60. [14] Al-Majmu’, Syarhul Muhazzab; Siar A’lam, hal 5, 6-10; Tadzkiratul Huffazh, hal 1 – 361; [15] Muhammad Abu Zahrah, IbnuTaimiyah, Hayatuhu wa Ashuruhu, Dar al-Fikr – Al-’Araby, 1946 [16] Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Ibid, hal. 327 [17] Budi Munawar, Rachman, Argumen Pengalaman Iman Neo-Sufisme Nurcholish Madjid, dalam Tsaqafah, 2002, hal 56 [18] Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1973, hal. 393 -394 [19] Ensiklopedi Umum, Ibid, hal.. 479 [20] Qodi’Iyad Ibn Musa Al Yahsudi, Keagungan Kekasih Allah Muhammad SAW Keistime- waan Personal Keteladanan Bersalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 , Hal. 786 [21] Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Ibid, hal. 328 [22] Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Ibid, hal 328 [23] Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6, Pamungkas, Jakarta, 2004,hal. 326-327 [24] Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1973, hal. 395
Zakatfitrah menurut mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, zakat fitrah diwajibkan bagi setiap muslim yang memiliki makanan melebihi porsi satu hari raya penuh untuk disantap sendiri bersama keluarganya. Ini termasuk kebutuhan lain yang mencakup tempat tinggal, pelayan, kendaraan, pakaian, buku pelajaran, dan lain-lain.
Di antara tonggak penegang ajaran Islam di muka bumi adalah muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan mazhab kecil lainnya. Keempat mazhab ituadalah Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya jumlah mazhab besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat mazhab itu memang diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15 abad masih utuh tegak berdiri dan dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi. Masing-masing punya basis kekuatan syariah sertamasih mampu melahirkan para ulama besar di masa sekarang sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj oleh An-Nu’man bin Tsabit 80-150 H atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin tabi’utabiin, sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’ Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupasmasalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah* Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlihuntuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yangpunya dalil nash syar'i.* Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah danbermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imamAl-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih diberbagai Mazhab Al-MalikiyahMazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi 93 – 179H.Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah dengan lima rincian dari masing-masing Al-Quran dan As Sunnah; tekstualitas, pemahaman zhahir, lafaz umum, mafhum mukhalafah, mafhum muwafakah, tanbih alal illah, Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah perbuatan penduduk Madinah, perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar'u man qablana syariat nabi terdahulu.Mazhab ini adalah ke balikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru 'kebanjiran' sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di manapenduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para Mazhab As-Syafi'iyahDidirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i 150 – 204 H. Beliau dilahirkan di Gaza Palestina Syam tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat diMesir tahun 203 Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya madzhab qodim. Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru madzhab jadid. Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul 'ilm di akhir bulan Rajab 204 satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’iadalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra'yi Al-Hanafiyah dan fiqh ahli hadits Al-Malikiyah.Dasar madzhabnya Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau jugatidak mengambil Istihsan menganggap baik suatu masalah sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. ImamSyafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan, ”Imam Syafi’i adalahnashirussunnah pembela sunnah, ”Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari ImamSyafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii binSulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya, ”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia hadis adalah madzhabku,dan buanglah perkataanku di belakang tembok, ”4. Mazhab Al-HanabilahDidirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani 164 – 241 H. Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Iamenguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari 104 –183 H.Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir, ”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah sayatinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal Imam Ahmad, ”Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban ataspertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yangkuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal w 266 H anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal 213 – 290 H. Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad w 273 H, Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran w 274 H, Abu Bakr Al-Khallal w 311 H, Abul Qasim w 334 Hyang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Allohumma Wa Bihamdika Asyhadu Allaa Ilaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa Atubu khoiron katsiiroo 'ala kulli haal
21 Aliran Syafi’iyyah dan Mutakallimin. Aliran ini membangun ushul fiqih mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun teori, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal
Buku 10 Persamaan & Perbedaan Antara Madzhab Syafi’iy dan Madzhab Hanbali Mengenai Tata Cara Shalat - Shalat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang disyariatkan oleh Allah Swt. Meskipun disepakati bersama bahwa shalat lima waktu adalah wajib, namun perbedaan pendapat mengenai tata cara pelaksanaan shalat tetap terjadi. Dalam hal ini, ilmu fiqih untuk mengenal shalat empat madzhab memiliki pengaruh penting bagi seseorang memahami perbedaan tentang tata cara shalat. Buku karya Muhammad Ajib mencoba menelusuri persamaan dan perbedaan antara dua mazhab yaitu Syafi’I dan Hanbali. Buku yang diberi judul 10 Persamaan & Perbedaan Antara Madzhab Syafi’iy dan Madzhab Hanbali Mengenai Tata Cara Shalat ini memuat empat bab, di antaranya mengenal kitab fiqih kedua madzhab, mengenal ulama ahli fiqihnya, persamaan dan perbedaan tata cara shalat, dan komponen shalat. Persamaan dan perbedaan tata cara shalat yang berjumlah sepuluh itu dijelaskan secara rinci dengan dicantumkan landasan dalilnya. Meskipun demikian penulis nampaknya tidak begitu perhatian dengan bab 1 dan 2 yang hanya menyebutkan nama kitab dan nama ulama masing-masing mazhab. Tidak ada keterangan apapun mengenai mereka. ====== Judul Buku 10 Persamaan & Perbedaan Antara Madzhab Syafi’iy dan Madzhab Hanbali Mengenai Tata Cara Shalat Penulis Muhammad Ajib, Lc., MA. Penerbit Rumah Fiqih Publishing Tebal 118 hlm Tahun 2020 Link Download Buku 10 Persamaan & Perbedaan Antara Madzhab Syafi’iy dan Madzhab Hanbali Mengenai Tata Cara Shalat pdf ====== Saya menduga karena tujuan utamanya adalah mempelajari masalah shalat maka bab 1 dan 2 sekedar menjadi informasi tambahan sehingga kita bisa mengenal dan barangkali tertarik untuk mencari tahu dan mengenalnya lebih jauh. Salah satu persamaan yang dimiliki kedua mazhab dalam tata cara shalat adalah mendahulukan kedua lutut saat sujud. Kedua mazhab bersandar pada hadits yang sama yang berbunyi saya melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam jika hendak sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. hlm. 40 Sedangkan salah satu perbedaannya adalah posisi letak kedua tangan. Menurut fiqih madzhab Syafi’iy disunnahkan meletakkan kedua tangan di atas pusar di bawah dada. Bukan dibawah pusar apa lagi diatas dada persis. Adapun menurut fiqih madzhab Hanbali disunnahkan meletakkan kedua tangan di bawah pusar. hlm. 79 Dua hal di atas dibahas secara detail oleh Muhammad Ajib berdasarkan sumber-sumber fiqih yang dimiliki oleh masing-masing mazhab. Tentu tidak mungkin saya tuliskan juga semuanya di sini. Karena itulah ebook PDF buku ini kami sediakan agar Anda semua dapat mengaksesnya langsung. Adanya buku yang menjelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara dua mazhab terutama dalam hal ibadah shalat tentunya patut kita apresiasi. Karena dengan mengetahuinya kita tidak akan mudah menyalahkan tata cara ibadah orang lain, yang mungkin saja berbeda mazhab dengan kita. Saling menghormati menjadi kunci ukhuwah agama kita. [
riUqDHW. 24xcd5sk1l.pages.dev/42124xcd5sk1l.pages.dev/28424xcd5sk1l.pages.dev/48624xcd5sk1l.pages.dev/95224xcd5sk1l.pages.dev/55624xcd5sk1l.pages.dev/9924xcd5sk1l.pages.dev/43824xcd5sk1l.pages.dev/265
perbedaan mazhab syafi i dan hanafi